Minggu, 26 Januari 2014

DIKTAT BAHASA INDONESIA SEMESTER 1 STIKES AL-INSYIRAH

DIKTAT BAHASA INDONESIA
Bahasa Indonesia Laras Ilmiah
A. Fungsi dan kedudukan Bahasa Indonesia
1.1 Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional
Seminar politik Bahasa Nasional yang diselenggarakan pada Februari 1975, memutuskan kedudukan dan fungsi Bahasa Indonesia sebagai berikut:
a) Bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional.
b) Bahasa Indonesia sebagai lambang identitas nasional.
c) Bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat yang memungkinkan penyatuan berbagai masyarakat yang berbeda latar belakang sosial, budaya, dan bahasa.
d) Bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat penghubung antar daerah dan antar budaya.
1.2 Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara
Sedangkan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara memiliki fungsi sebagai berikut:
a) Bahasa resmi kenegaraan.
b) Bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan.
c) Alat penghubung pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintahan.
d) Alat pengembangan kebudayaan, pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi.

B. Ragam Bahasa Indonesia
Ø  Ragam Daerah atau Ragam Dialek
Ragam patokan daerah, lazim dikenal dengan dialek/logat. Ragam ini digunakan sekelompok masyarakat dari suatu wilayah atau daerah tertentu. Misalnya dialek Medan, Jawa, Sunda, dan Aceh.
Ø  Ragam Sosiolek
Ragam sosiolek adalah ragam bahasa yang mencerminkan pribadi sosial pengguna bahasa. Seorang yang berpendidikan tinggi tentu berbeda ragam dalam pemakaian bahasa dengan orang yang berpendidikan rendah.


Ø  Ragam Fungsiolek
Ragam berdasarkan sikap penutur mencakup daya ucap secara khas. Ragam ini digunakan antara lain dalam kegiatan : kesehatan, susastra, olahraga, jurnalistik, lingkungan, dan karya ilmiah. Setiap bidang tersebut menampakkan ciri tersendiri dalam pengungkapannya.
Ø  Ragam Lisan dan Tulis
Ragam lisan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Memanfaatkan alat ucap dengan bantuan intonasi, mimik, dan gerak-gerik anggota tubuh.
2. Komunikasi berlangsung secara tatap muka.
Ragam bahasa tulis memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Menggunakan ejaan dalam penyampaian informasi.
2. Komunikasi berlangsung secara non tatap muka.

C. Bahasa Indonesia laras ilmiah
            Pada saat digunakan sebagai alat komunikasi, bahasa masuk dalam berbagai laras sesuai dengan fungsi pemakaiannya. Jadi, laras bahasa adalah kesesuaian antara bahasa dan pemakaiannya.
Salah satu model pembagian laras bahasa yang paling terkemuka diajukan oleh Joos (1961) yang membagi lima laras bahasa menurut derajat keformalannya, yaitu :
(1) beku (frozen),
(2) resmi (formal),
(3) konsultatif (consultative),
(4) santai (casual), dan
(5) akrab (intimate).
Laras bahasa dapat digolongkan kepada dua golongan besar, yaitu :
       a.            Laras biasa ialah laras khusus yang digunakan untuk masyarakat umum seperti bidang hiburan (laporan suskan, berita sukan), pengetahuan dan penerangan (syarahan, rencana), maklumat dan pemujukan (rencana, iklan).
      b.            Laras khusus pula merujuk kepada kegunaan untuk khalayak khusus seperti ahli-ahli atau peminat dalam bidang tertentu dan pelajar-pelajar (rencana, laporan, buku).
Pembeda utama yang membedakan antara laras biasa dengan laras khusus adalah kosa kata,tata bahasa,dan gaya bahasa.


D. Ciri-ciri bahasa Indonesia baku
            Ragam bahasa baku (standar) memiliki sifat yaitu : kemantapan, dinamis, kecendikiawan, dan keseragaman. Ragam baku adalah ragam (konfensional) yang telah disepakati bersama dan terkumpul dalam Tata Bahasa Baku.

LATIHAN!
1.      Sebutkan fungsi dan kedudukan bahasa Indonesia!
2.      Ragam bahasa Indonesia mempunyai ciri-ciri yang sangat nyata, sebutkan ciri-ciri nyata tersebut dan jelaskan!
3.      Jelaskan apa bahasa Indonesia laras ilmiah dan ciri-ciri bahasa Indonesia baku!

BAGIAN  2
Ejaan Yang Disempurnakan
(EYD)
A. Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)
                EYD adalah rangkaian aturan yang wajib digunakan dan ditaati dalam tulisan bahasa Indonesia resmi. Penggunaan ejaan yang disempurnakan (EYD)  sangat dibutuhkan dalam penulisan karya tulis ilmiah agar sebuah karya tulis ilmiah tersebut dapat tersusun dengan baik dan mudah dipahami.
Ruang lingkup EYD mencangkup lima aspek, yaitu:         
1). Pemakaian huruf membicarakan bagian-bagian dasar dari suatu bahasa, yaitu
1. Abjad                                                                                  4. Pemenggalan
2. Vokal                                                                                  3. Nama Diri
3. Konsonan
2). Penulisan huruf membicarakan beberapa perubahan huruf dari ejaan sebelumnya yang meliputi
1. Huruf Kapital
2. Huruf Miring
3). Penulisan kata membicarakan bidang morfologi dengan segala bentuk dan jenisnya berupa
1.                  Kata Dasar
2.                  Kata Turunan
3.                  Kata Ulang
4.                  Gabungan Kata
5.                  Kata Ganti kau, ku, mu,dan  nya
6.                  Kata Depan di, ke, dan dari
7.                  Kata Sandang si dan sang
8.                  Partikel
9.                  Singkatan dan Akronim
10.              Angka dan Lambang Bilangan
4). Penulisan unsur serapan membicarakan kaidah cara penulisan unsur serapan, terutama kosa kata yang berasal dari bahasa asing.
5) Pemakaian tanda baca (pungtuasi) membicarakan teknik penerapan kelima belas tanda baca dalam penulisan dengan kaidanya masing-masing

BAGIAN 3
Kata Baku dan tidak baku dalam bahasa Indonesia
A. Kata baku dan tidak baku
            Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, Bahasa baku atau bahasa standar adalah ragam bahasa yang diterima untuk dipakai dalam situasi resmi, seperti dalam perundang-undangan, surat-menyurat, dan rapat resmi.
            Ciri-ciri Bahasa Indonesia Baku sebagai berikut:
1.      Pelafalan sebagai bahagian fonologi bahasa Indonesia baku adalah
pelafalan yang relatif bebas dari atau sedikit diwarnai bahasa
daerah atau dialek.
2.      Bentuk kata yang berawalan me- dan ber- dan lain-lain sebagai
bahagian morfologi bahasa Indonesia baku ditulis atau diucapkan
secara jelas dan tetap di dalam kata.
      Ada beberapa ciri yang dapat digunakan untuk mempertimbangkan kebakuan kalimat, antara lain:
1.      Pelesapan imbuhan, misalnya “Kita harus hati-hati dalam menentukan sample penelitian ini” (seharusnya “berhati-hati”).
2.      Pemborosan kata yang menyebabkan kerancuan atau bahkan kesalahan struktur kalimat, misalnya “Dalam rapat pimpinan kemarin memutuskan susunan pengurus baru” (kata dalam dapat dibuang).
3.      Penggunaan kata yang tidak baku, termasuk penggunaan kosakata bahasa daerah yang belum dibakukan. Contoh, “Percobaan yang dilakukan cuma menemukan sedikit temuan” (Cuma diganti hanya).
4.      Penggunaan kata hubung yang tidak tepat, termasuk konjungsi ganda, misalnya ”Meskipun beberapa ruang sedang diperbaiki, tetapi kegiatan sekolah berjalan terus.” (konjungsi tetapi sebaiknya dihilangkan karena sudah ada konjungsi  meskipun).
5.      Kesalahan ejaan, termasuk penggunaan tanda baca.
6.      Pelesapan salah satu unsur kalimat, misalnya ”Setelah dibahas secara mendalam, peserta rapat menerima usul tersebut” (subjek anak kalimat ‘usul tersebut’ tidak boleh dilesapkan).
Contoh kata baku dan kata tidak baku :
NO
KATA BAKU
KATA TIDAK BAKU
1.
Saksama
Seksama
2.      2.
Subjek
Subyek
3.     3.
Saraf
Syaraf
4.       4.
Subjektif
Subyektif
5.       5.
Teknik
Tehnik
6.       6.
Teknologi
Tehnologi
7.       7.
Terampil
Trampil
8.       8.
Telanjur
Terlanjur
9.       9.
Telantar
Terlantar
10.   10.
Ubah
Rubah
11.   11.
Mengubah
Merubah
12.   12.
Utang
Hutang
13.   13.
Mungkir
Pungkir
15.   14.
Objek
Obyek
16.   15.
Objektif
Obyektif
17.   16.
Peduli
Perduli
18.   17.
System
Sistim
19.   18.
Silakan
Silahkan

BAGIAN 4
Kalimat Efektif
Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan pemakainya  secara tepat dan dapat dipahami oleh pendengar/pembaca secara tepat pula. Akan tetapi, membuat kalimat efektif tidaklah gampang karena memerlukan keterampilan tersendiri.
A. Ciri-ciri kalimat efektif
Ø  Keutuhan, kesatuan, kelogisan, kesepadanan makna dan struktur
Ø  Kesejajaran bentuk kata, dan (atau) struktur kalimat secara gramatikal
Ø  Kefokusan pikiran sehingga mudah dipahami
Ø  Kehematan penggunaan unsur kalimat
Ø  Kecermatan dan kesantunan
Ø  Kevariasian kata dan struktur sehingga menghasilkan kesegaran bahasa

B. Pola Kalimat Dasar
  1. Susunan kalimat menurut aturan tata bahasa yang benar, misalnya:
Ø  Pulau Buton banyak menghasilkan aspal.
Ø  dll
  1. Adanya kesatuan pikiran dan hubungan yang logis didalam kalimat. Misalnya :
Ø  Dia datang ketika kami sedang makan.
Ø  Loket belum dibuka walaupun hari sudah siang.
Ø  dll
     3. Penggunaan kata secara tepat dan efesien. Misalnya:
Ø  Korban kecelakaan lalu lintas bulan ini bertambah.
Ø  Panen yang gagal memaksa kita mengimpor beras.
      4. Penggunaan variasi kalimat atau pemberian tekanan pada unsur kalimat yang
            ingin ditonjolkan. Misalnya:
Kalimat Biasa
Ø  Dia pergi dengan diam-diam.
Ø  Dengan pisau dikupasnya mangga itu.
Kalimat Bertekanan
Ø  Dengan pisau dikupasnya mangga itu.
Kalimat Bertekanan
Ø  Pergilah daia dengan diam-diam.
Ø  Dengan pisaulah dikupasnya mangga itu.

C.  Tata kalimat dan penyebab kesalahan struktur kalimat
                 Tata kalimat atau transformasi adalah  berupa perubahan bentuk kalimat menjadi bentuk kalimat lain.
Jenis-jenis transformasi sebagai berikut:
1.  Transformasi jeda, yaitu dengan menggunakan jeda.
Jeda adalah perhentian sebentar. Perhentian sebentar ini dalam kalimat dapat diwujudkan setelah mengucapakan kata-kata yang ada di dalam kalimat.
Contoh:
a. Ibu Ruminah seorang guru.
b. Ibu, Ruminah seorang guru.
c. Ibu Ruminah, seorang guru.
d. Ibu, Ruminah, seorang guru.
Penempatan jeda mengakibatkan kalimat a) yang masih meragukan menjadi kalimat b) c) dan d) yang memiliki maksud  berbeda. Kalimat b) yang berprofesi sebagai guru adalah Ruminah; kalimat c) yang berprofesi sebagai guru adalah Ibu Ruminah; dan d) yang berprofesi sebagai guru adalah Ibu dan Ruminah. Tanda baca (,) yang merupakan perhentian sebentar memiliki makna yang dalam.
Jadi dalam menulis harus memperhatikan tanda baca agar pembaca dapat memahami informasi yang disampaikan. Informasi yang tidak bisa dipahami pembaca mengakibatkan tulusan seorang penulis tidak komunikatif.
Kalimat minor atau minim juga dapat dijadikan menjadi kalimat lain dengan transformasi jeda.
Contoh:
a. Aduh.
b. Aduh!
c. Aduh?
d. Aduh….?
e. Aduh?
2 . Transformasi aposisi, yaitu dengan menggunakan kata tugas “yang”.
Perubahan bentuk kalimat antara dua komponen menggunakan kata tugas “yang” (monovalen).
Contoh:
a. Almari itu dipakai tempat baju.
b. Almari itu dijual.
Bentuk transformasinya:
a. Almari yang dipakai tempat baju itu dijual.
b. Almari yang dijual itu dipakai tempat baju.
Kalimat a) transformasi primer sebab gagasan pertama menempati posisi depan (bagian depan/kontur depan). Sedangkan gagasan kedua menempati posisi belakang. Pembentukan kalimat transformasi aposisi ini menggunakan tiga gagasan yang berbeda dan dideskripsikan berurutan.
Transformasi aposisi ini dimanfaatkan pada bentuk deskripsi. Karangan diskripsi mengandalkan keahlian penulis dalam membuat bentuk-bentuk kalimat transformasi aposisi.
Contoh kalimat:
a. Pemuda ini sering mengantar aku sampai ke kos.
b. Pemuda ini sering membiri ucapan selamt ulang tahun kepadaku.
c. Pemuda ini diwisuda Agustus 2005.
Diubah menjadi kalimat transformasi aposisi:
Menjadi a+b+c; a+c+b; b+a+c; b+c+a; c+b+a dan c+a+b. Pengembangan penalaran penulis tampak dalam kalimat yang disusun. Kelogisan eskripsi akan menjadi bahan pertimbangan bagi seorang penulis.
3.  Transformasi setara, yaitu dengan menggunakan kata tugas “dan”.
Pentransformasian ini akan menghasilkan kalimat majemuk setara/kalimat koordinat. Dua gagasan yang nilai komunikasinya sama disatukan oleh kata “dan”.
Contoh:
a. Hujan turun dan pohon tumbang.
b. Ayah pergi dan ibu pulang.
Hal yang bisa disatukan tentu saja memenuhi syarat nilai sama seperti kalimat diatas.
Contoh:
a. Hujan turun dan sudah wisuda.
b. Ibu menjahit dan teroris bergerak.
Ada kendala psikologis dalam penyusunan kalimat diatas, penulis nampak memaksa gagasan yang berbeda disatukan dalam satu kalimat.
4. Transformasi disjungtif, yaitu dengan menggunakan kata tugas atau/tetapi.
Penggunaan kata atau untuk menghasilkan kesamaan dan penggunaan tetapi untuk menghasilkan ketidaksamaan.
Contoh:
a. Ida makan, atau Ibu tidur.
b. Ida makan, tetapi Ibu tidur.
c. Saya berbicara keras, tetapi guru menerangkan.
d. Saya berbicara keras, tetapi guru tidak menghiraukan.
5. Transformasi opini, yaitu dengan menggunakan kata tugas “benar” atau “tidak benar”.
Opini merupakn pandangan penulis. Transformasi opini merupakan pandangan subjektif penulis. Nilai pendapat ditentukan oleh kepandaian yang dimiliki penulis. Penulis yang dipercaya tentu saja berimbas pada kepercayaan terhadap kalimat yang dibuat.
Pendapat yang berorientasi kepada pengakuan menggunakan kata tugas benar dan opini yang berorientasi kepada pengingkaran atau sanggahan menggunakan kata tugas tidak benar.

Contoh:
a. Benar, bahwa Ani mengikuti semester pendek ini.
b. Tidak benar, rakyat belum makmur.
Opini sering di sajikan berdasarkan pandangan seseorang terhadap hal yang terjadi di dalam kehidupan. Logika atau penalaran yang menyertai penyusunan kalimat opini ini adalah kondisi psikologis  penulis. Kalimat ini bisa mendatangkan perdebatan adu argument yang serius manakala digunakan dalam komunikasi. Komunikasi tulis akan menimbulkan perang pena.

BAGIAN 5
Latihan Menganalisis EYD, Kata Baku, dan Kalimat Efektif
A. Menganalisis EYD
1.      Penggunaan Huruf Kapital
Huruf kapital atau huruf besar dipakai untuk:
1.       Huruf besar atau kapital dipakai sebagai huruf pertama kata awal kalimat.
Misalnya : Ada gula, ada semut.
2.       Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
Misalnya: Adik bertanya, “Kapan kita pulang?”
3.       Huruf besar atau kapital dipaka sebagai huru pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan hal-hal keagamaan, kitab suci, dan nama Tuhan, termasuk kata gantinya.
Misalnya: Allah                                               Quran
                Yang Maha Kuasa                         Alkitab
               Tuhan akan menunjukkan jalan yang benar kepada hamba-Nya.
4.       Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama gelar kehormatan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.
Misalnya: Haji Agus Salim , Nabi Ibrahim,dll.
Tetapi, perhatikan penulisan berikut:
         Hasanuddin, sultan Makasar, digelar juga Ayam Jantan dari Timur.
5.       Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang.
Misalnya: Gubenur Abd. Rachman Sayoeti, Menteri Ali Alatas,dll.
6.      Huruf besar atau kapital dipakai sebagai huruf pertama nama orang.
Misalnya: Amir Hamzah, Dewi Sartika, Halim Perdanakusumah,Wage Rudolf Supratman,dll
7.      Huruf besar atau kapital dipakai sebagai huruf pertama nama, bangsa, suku dan bahasa. Misalnya: bangsa Indonesia, suku Sunda, bahasa Inggris,dll
Tetapi, perhatikan penulisan berikut:
mengindonesiakan kata-kata asing,keinggris-inggrisan,dll
8.      Huruf besar atau kapital dipakai sebagai huruf pertama nama, tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah.
Misalnya: tahun Hijrah,hari Jumat,Proklamasi Kemerdekaan,hari Lebaran,dll.
Tetapi, perhatikan penulisan berikut ini: memproklamasikan kemerdekaan
9.      Huruf besar atau kapital dipakai sebagai huruf pertama nama khas dalam geografi.
Misalnya : Asia Tenggara,dll
 Tetapi, perhatikan penulisan berikut ini: berlayar ke teluk,mandi di kali,dll.
10.  Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama resmi badan, lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan serta dokumen resmi.
Misalnya: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dewan Perwakilan Rakyat,dll.
11.  Huruf besar atau kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan, kecuali kata partikel, seperti: di, ke, dari, untuk, dan, yang, yang tidak terletak pada posisi awal.
Misalnya: Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma,Pelajaran Ekonomi untuk Sekolah Lanjutan Atas,Salah Asuhan,dll.
12.  Huruf besar atau kapital dipakai dalam singkatan nama gelar dan sapaan.
Misalnya:
Dr.                   Doktor
M.A                 Master of Arts
Ny.                  Nyonya
Prof.                Profesor
S.H.                 Sarjana Hukum
13.  Huruf besar atau kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai sebagai kata ganti atau sapaan. Misalnya: Kapan Bapak berangkat? , Besok Paman akan datang,dll.
Catatan: Huruf besar atau huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang tidak dipakai sebagai kata ganti atau sapaan.
Misalnya:
               Kita harus menghormati bapak dan ibu kita.
Semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga
               Semua camat dalam kabupaten itu hadir
2. Penggunaan Tanda Baca
1. Tanda Titik (.)
(1)         Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
         Misalnya: Ayahku tinggal di Solo.
 (2)         Tanda titik dipakai pada akhir singkatan nama orang.
         Misalnya: A.S. Karamiwadun,dll.
(3)         Tanda titik dipakai pada akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat dan sapaan.
         Misalnya:
Dr.                   Doktor
Kep.                Kepala
Kol.                 Kolonel          
 (4)         Tanda titik dipakai pada singkatan kata atau ungkapan yang sudah sangat umum. Pada singkatan yang terdiri atas tiga huruf atau lebih hanya dipakai satu tanda titik.
         Misalnya:
a.n       atas nama
dkk.     dan kawan-kawan
 (5)         Tanda titik di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.
         Misalnya:
III. Departemen Dalam Negeri
a.             Direktorat Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa
b.            Direktorat Jenderal Agraria
 (6)         Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yag menunjukkan waktu. Misalnya: pukul 1.35.25 (pukul 1 lewat 3o menit detik),dll.
(7)         Tanda titik tidak dapat dipakai untuk memisahkan angka ribuan, jutaan, dan seterusnya yang tidak menunjukkan jumlah. Misalnya: Ia lahir pada tahun 1950 di Bandung.
 (8)         Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang tidak menunjukkan jangka waktu. Misalnya:  1.35.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik).
(9)         Tanda titik tidak dapat dipakai dalam singkatan yang terdiri dari huruf-huruf awal kata atau suku kata, atau gabungan keduanya, atau yang terdapat di dalam akronim yang sudah diterima oleh masyarakat. Misalnya:  ABRI Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
 (10)     Tanda titik tidak dipakai dalam singkatan lambang kimia, satua ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang.
Misalnya: Cu   Kuprum
 (11)     Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan, atau  kepala ilustrasi, tabel dan sebagainya. Misalnya: Acara Kunjungan Adam Malik
 (12)     Tanda titik tidak dipakai di belakang alamat pengirim dan tanggal surat, atau nama dan alamat penerima surat. Misalnya: Jalan Diponegoro 82 Jakarta
2. Tanda Koma (,)
(1)         Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu pemerincian atau pembilangan. Misalnya: Saya membeli kertas, pena, dan tinta
 (2)         Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi, melainkan. Misalnya:  Saya ingin datang, tetapi hari hujan.
 (3)  Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat apabila anak kalimat tersebut mendahului induk kalimatnya. Misalnya:  Kalau hari hujan, saya tidak akan datang.
(4)         Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antar kalimat yang terdapat pada awal kalimatnya. Termasuk di dalamnya, oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, akan tetapi. Misalnya: Oleh karena itu, kita harus berhati-hati.
 (5)         Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan lansung dari bagian lain dalam kalimat. Misalnya: Kata ibu, “Saya gembira sekali.”
3. Tanda Titik Dua (:)
(1)         Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap bila diikuti rangkaian atau pemerian. Misalnya:
         Yang kita perlukan sekarang ialah barang-barang yang berikut: kursi, meja dan lemari.
         Fakultas itu mempunyai dua jurusan: Ekonomi Umum dan Ekonomi Perusahaan.
(2)         Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian. Misalnya:
a.  Ketua:                                 Ahmad Wijaya
    Sekretaris:                           S. Handayani
    Bendahara:                          B. Hartawan
(3)         Tanda titik dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan. Misalnya:
Ibu       :           “Bawa kopor ini, Mir!”
Amir    :           “Baik, Bu.”
Ibu       :           “Jangan lupa. Letakkan baik-baik!”
(4)         Tanda titik dua tidak dipakai kalau rangkaian atau pemerian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan. Misalnya: Kita memerlukan kursi, meja dan lemari.
 (5)        Tanda titik dua dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii) di antara bab dan ayat dalam kitab-kitab suci, atau (iii) di antara judul dan anak judul suatu karangan. Misalnya:
(i)                 Tempo, I (1971), 34:7
            (ii)               Surah Yasin : 9

            B. Menganalisis kata baku
Contoh :
Ø  Saudara ketua, para hadirin yang terhormat, kalimat tersebut jelas salah, karena    mengandung makna jamak. Kata para sudah menyatakan jamak, begitu juga kata hadirin, sudah mengandung makna semua orang yang hadir, oleh karena itu tidak perlu dijamakkan lagi dengan menempatkan kata peserta para. Kalimat yang benar adalah: hadirin yang terhormat.
Ø  Waktu kami menginjak klinik di bulan September… Kalimat diatas jelas salah, karta majemuk tidak tepat diapaki seharusnya memasuki, kata perangkai “di” tidak boleh ditempatkan didepan kata tidak menunjukkan kata tempat, jadi diganti dengan pada. Kalimat yang benar adalah: waktu kami memasuki klinik pada bulan September.
Ø  Dll.
C. Menganalisis kalimat efektif
Contoh:
a. Almari itu dipakai tempat baju.
b. Almari itu dijual.
Bentuk transformasinya:
a. Almari yang dipakai tempat baju itu dijual.
b. Almari yang dijual itu dipakai tempat baju.
Kalimat a) transformasi primer sebab gagasan pertama menempati posisi depan (bagian depan/kontur depan). Sedangkan gagasan kedua menempati posisi belakang. Pembentukan kalimat transformasi aposisi ini menggunakan tiga gagasan yang berbeda dan dideskripsikan berurutan.
Transformasi aposisi ini dimanfaatkan pada bentuk deskripsi. Karangan diskripsi mengandalkan keahlian penulis dalam membuat bentuk-bentuk kalimat transformasi aposisi.

Contoh kalimat:
a. Pemuda ini sering mengantar aku sampai ke kos.
b. Pemuda ini sering membiri ucapan selamt ulang tahun kepadaku.
c. Pemuda ini diwisuda Agustus 2005.
Diubah menjadi kalimat transformasi aposisi:
Menjadi a+b+c; a+c+b; b+a+c; b+c+a; c+b+a dan c+a+b. Pengembangan penalaran penulis tampak dalam kalimat yang disusun. Kelogisan eskripsi akan menjadi bahan pertimbangan bagi seorang penulis.

BAGIAN 6
Menulis Paragraf Efektif
            Paragraf merupakan Karangan yang pendek / singkat yang berisi sebuah pikiran dan didukung himpunan kalimat yang saling berhubungan untuk membentuk satu gagasan.  

A. Pola susunan paragraf
                 Paragraf merupakan rangkaian kalimat yang tersusun dengan pola runtunan tertentu,     antara lain:
1.Pola runtunan waktu
                 Pola susunan ini biasanya dipakai untuk memerikan (mendeskripsikan) suatu peristiwa atau prosedur membuat atau melakukan sesuatu selangkah demi selangkah. Misalnya cara melakukan percobaan, menyelesaikan masalah, dan menggunakan suatu alat. Pola susunan ini ditandai dengan “rambu” yang menyatakan runtunan waktu, seperti pertama, mula-mula, lalu, kemudian, setelah itu, sambil, seraya, selanjutnya, dsb.
2.Pola runtunan ruang
                 Apabila penulis menggunakan pola runtunan ruang secara umum, ia akan menggunakan kata seperti di sebelah kiri, sedikit di atas, agak menjorok ke dalam, dsb. Apabila penulis menggunakan pola ini secara pasti, maka ia dapat menyebutkan ukurannya, misalnya sepuluh sentimeter di atasnya, menjorok ke dalam 1 m, membentuk sudut 45 derajat, dsb.
3.Pola susunan sebab-akibat
Pola susunan paragraf ini digunakan antara lain untuk (1) mengemukakan alasan secara logis, (2) mendeskripsikan suatu proses, (3) menerangkan sebab bagi suatu peristiwa atau fenomena, (4) memprakirakan peristiwa yang akan terjadi. Beberapa rambu dalam pola susunan ini adalah jadi, karena itu, dengan demikian, karena, mengakibatkan, akibatnya, menghasilkan, sehingga, dll.
4.Pola susunan pembandingan
Pola ini digunakan untuk membandingkan dua perkara atau lebih, yang di satu pihak mempunyai kesamaan, sedangkan di pihak lain kebedaan. Pembadingan ditandai dengan rambu seperti tetapi, apalagi, berbeda dengan, demikian pula, sedangkan, sementara itu.
5.Pola susunan daftar
Suatu paragraf dapat pula memuat rincian yang diungkapkan dalam bentuk daftar. Susunan daftar dapat berformat (berderet ke bawah) atau tidak (membaur di dalam paragraf itu sendiri, sehingga tak terlihat jelas sebagai daftar. Baik berformat maupun tidak, kalimat-kalimat rincian perlu seiring dan berhubungan secara mulus dengan kalimat induknya.
6.Pola susunan contoh
Banyak gagasan yang memerlukan contoh, sehingga kalimat-kalimat rinciannya mengemukakan contoh-contoh, yang adakalanya diawali dengan kata misalnya atau contohnya, tetapi adakalanya tidak.
7.Pola susunan bergambar
Terdapat pernyataan yang dilengkapi dengan gambar (bagan, tabel, grafik, diagram, dsb.) untuk memperjelas maksud pernyataan tertulisnya.Dalam kaitan itu perlu dicantumkan penunjukan kepada gambar bersangkutan supaya pembaca mengetahui gambar yang harus dilihatnya.

B. Perpautan antar kalimat
Paragraf yang baik memiliki kesetalian atau keterpautan, yang mengikat pernyataan di dalamnya menurut runtunan yang logis. Ada beberapa cara yang dapat dipakai untuk memperpautkan kalimat agar diperoleh paragraf yang setali, antara lain sebagai berikut:
    1. Mengulang kata dari kalimat yang satu pada kalimat berikutnya, misalnya obyek pada kalimat pertama menjadi subyek pada kalimat kedua , menggabung dua kalimat atau lebih menjadi sebuah kalimat majemuk.
     2. Menggunakan perangkai (jadi, contohnya, seperti, sebagai gambaran, selain itu, kedua, lagi pula, selanjutnya, juga, akhirnya, di satu pihak, dipihak lain, sebaliknya, sekalipun begitu, tetapi, oleh karena itu, kesimpulannya, dengan demikian, dengan kata lain, dsb.;
    3. Menggunakan pokok kalimat yang tetap dalam seluruh paragraf dengan kata yang sama, dengan sinonim, atau dengan kata ganti;
4. Menggunakan bangun perkalimatan yang seiring.
LATIHAN!
1.  Tuliskan contoh kalimat perpautan antar kalimat
2.  Buatlah paragraph efektif dengan pola susunan paragraph yang ada

BAGIAN 7
Jenis-Jenis Paragraf
Dalam paragraf terdapat beberapa jenis,yaitu :
A. Paragraf Lantas (Langsung)
Paragraf dimulai dengan pernyataan tentang pokok bahasan (kalimat topik), sehingga paragraf menyampaikan informasi secara lugas kepada pembaca. Kalimat-kalimat berikutnya merupakan rincian untuk memperjelas paparan atau memperkuat argumentasi terhadap pokok bahasan (deduktif).
B. Paragraf rampat
Pokok bahasan pada paragraf rampat terdapat pada bagian akhir setelah didahului dengan serangkaian rincian. Paragraf rampat mengajak pembaca secara induktif menarik kesimpulan berdasarkan fakta atau pendapat yang diketengahkan sebelumnya.
C. Paragraf rincian
Jenis paragraf ini tidak mempunyai pernyataan pokok bahasan, tetapi seluruhnya terdiri atas pernyataan rincian. Biasanya paragraf jenis ini tidak berdiri sendiri, melainkan sebagai lanjutan dari paragraf sebelumnya yang memiliki pokok bahasan.
D. Paragraf tanya
Paragraf tanya dibuka dengan pertanyaan, yang menunjuk kepada pokok bahasan yang akan dipaparkan, atau sebagai peralihan dari gagasan yang satu kepada yang berikutnya. Pertanyaan diajukan untuk membangkitkan keingintahuan pembaca. Selanjutnya pertanyaan itu dijawab sendiri oleh penulis melalui rincian-rincian berikutnya.
                                                                                                                 
BAGIAN 8
Perpautan Antar Paragraf
 Dalam pada itu pengarang menggunakan unsur perangkai yang memperpautkan paragraf yang satu kepada yang berikutnya. Perangkai tersebut dapat berupa kata yang diulang, kata rangkai, sebuah kalimat, atau bahkan sebuah paragraf.


A. Pengulangan kata sebagai perangkai
Mengulang kata atau pokok karangan dari paragraf yang satu pada paragraf berikutnya merupakan cara yang baik untuk memperpautkan berbagai paragraf dalam sebuah karangan. Ketika pembaca beralih membaca dari paragraf yang satu kepada paragaraf berikutnya, ia diingatkan oleh kata yang diulang itu kepada perkara yang dibacanya pada paragraf terdahulu. Dengan demikian gagasan pada paragraf yang sedang dibacanya tidak terlepas dari gagasan yang mendahuluinya.

B. Kata rangkai
Cara lain untuk memperpautkan sebuah paragraf pada paragraf yang mendahuluinya ialah dengan menggunakan kata atau gugus kata rangkai pada awal kalimat pertamanya. Kata atau gugus kata rangkai yang sering dipakai untuk memperpautkan paragraf, misalnya, anehnya, sementara itu, sebaliknya, namun, sebagaimana dikatakan di muka, sehubungan dengan hal itu.

C. Kalimat sebagai perangkai
Perangkai dapat pula berupa sebuah kalimat berdiri sendiri sebagai paragraf. Isinya dapat merupakan kesimpulan uraian sebelumnya.

D. Paragraf sebagai perangkai
Perangkai dapat pula berupa sebuah peragraf utuh atau pendek. Paragraf seperti itu biasanya muncul pada saat pengarang mengakhiri satu bagian dari bahasannya, dan hendak berpindah pada bahasan yang lain. Cara menggunakannya dapat bermacam-macam. Paragraf dapat berupa ringkasan perkara yang dibahas sebelumnya, satu atau beberapa contoh mengenai masalah yang telah dibahas, atau dapat pula memperkenalkan bahasan selanjutnya.








BAGIAN 9
Menulis Paragraf Efektif
1.  Contoh-contoh pengembangan paragraf secara horisontal :
Secara deduktif yang merupakan cara berpikir dari hal yang umum menuju ke hal
yang khusus :
Teknologi nirkabel memberi peluang bagi pengguna untuk mengakses Internet dari perangkat bergerak seperti laptop, PDA dan ponsel. Perangkat-perangkat bergerak tersebut telah dilengkapi dengan fitur-fitur khusus seperti kapasitas memori lebih besar dan didukung layanan akses cepat seperti HSDPA bagi ponsel 3G.
Secara induktif yang merupakan cara berpikir dari hal khusus menuju ke hal yang umum:
CRM tipe operasional adalah layanan pelanggan secara langsung atau tidak. Tipe lain adalah tipe analitik memberikan informasi sesuai dengan kebutuhan pelanggan, dan tipe kolaborasi memberi kesempatan pelanggan untuk member kontribusi pada layanan. Ketiga tipe tersebut menekankan pada layanan kepada pelanggan yang berpusat pada pelanggan. Itulah salah satu hal dari konsep CRM. memulai dengan pendapat orang lain atau pendapat pribadi.
Menurut Kent Beck, extreme programming(XP)merupakan model proses yang mempercepat proses rekayasa perangkat lunak. XP memungkinkan pengujian modul dan pengkodean dilakukan bersama. membandingkan, menyamakan, atau mempertentangkan:
Berbeda dengan model proses spiral, model proses waterfall tidak mementingkan analisis resiko dalam proses rekayasa perangkat lunak. Selain itu, kemungkinan proyek dihentikan dalam proses dapat terjadi dalam model proses spiral tetapi tidak pada model proses waterfall.
membuat pembatasan atau definisi :
Perangkat lunak skala kecil adalah perangkat lunak dengan jumlah baris perintah maksimal 300.000 baris. Jumlah kebutuhan yang dipenuhidalam skala ini juga tidak memiliki batasan pasti
karena disesuaikan dengan kebutuhan kasus.
memberi ilustrasi atau contoh :
Proyek rekayasa perangkat lunak yang menggunakan model proses spiral adalah proyek yang memiliki resiko tinggi.Proyek dengan resiko tinggi mempengaruhi kehidupan manusia seperti misalnya perangkat lunak berkaitan dengan alatalat kesehatan, atau keselamatan kerja.
2. Contoh-contoh paragraf yang dikembangkan secara vertikal :
a.Pergantian gagasan :
Seperti telah diuraikan di atas. . . .
Sehubungan dengan penjelasan di atas . . . .
b.Penjelasan teori atau pandangan lain :
Menurut pendapat . . . . .
Berkaitan dengan pandangan . . . . maka .. . .
c.Untuk menjelaskan argumen :
Menurut hemat penulis, komunikasi data dapat dilakukan tanpa . . .
Hal yang perlu dipertimbangkan jika menggunakan modem internal . . . .
d.Penjelasan tempat :
Hal yang telah dipaparkan di atas terdapat pula pada . . . .

BAGIAN 10
Menulis Karya Ilmiah (Karangan Ilmiah)
A.  Pengertian karya tulis ilmiah
Secara umum, suatu karya  ilmiah dapat diartikan sebagai suatu hasil karya yang dipandang memiliki kadar ilmiah tertentu serta dapat dipertanggungjawabkan dalam bentuk karangan atau tulisan ilmiah, dapat pula disampaikan secara lisan dalam bentuk pidato atau orasi ilmiah, dan dapat melalui suatu bentuk demonstrasi.
Tujuan penulisan karya ilmiah adalah menyampaikan seperangkat keterangan, informasi, dan pikiran secara tegas, ringkas, dan jelas (ABC = accurate, brief, clear).
Karya tulis ilmiah dikemukakan berdasarkan pemikiran, kesimpulan, serta pendapat/pendirian penulis yang dirumuskan setelah mengumpulkan dan mengolah berbagai informasi sebanyak-banyaknya dari berbagai sumber, baik teoretik maupun empirik. Karya ilmiah senantiasa bertolak dari kebenaran ilmiah dalam bidang ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan permasalahan yang disajikan. Titik tolak ini merupakan sumber kerangka berpikir (paradigma, meminjam istilah Thomas Kuhn), dalam mengumpulkan informasi-informasi secara empirik.
Karya ilmiah tertulis (karangan ilmiah) dapat berbentuk artikel lmiah populer (esai, opini), usulan penelitian, dan laporan penelitian. Dalam bentuk khusus yang bersifat akademik, karangan ilmiah dapat berupa makalah, skripsi, tesis, dan disertasi, yang masing-masing digunakan sebagai salah satu persyaratan untuk mencapai gelar sarjana (S1), magister (S2), dan doktor (S3).
Isi suatu karya ilmiah dapat berupa keterangan atau informasi yang bersifat faktual (mengemukakan fakta), hipotesis (dugaan-dugaan), konklusif (mengemukakan kesimpulan), dan implementatif (mengemukakan rekomendasi atau saran-saran serta solusi). Suatu karya ilmiah yang lebih komprehensif akan mengandung semua jenis keterangan atau informasi tersebut.
B.    Menulis Karangan Ilmiah
Karangan ilmiah mempunyai ciri sebagai berikut :
1.    Fakta yang disajikan bersifat objektif;
2.    Penyajiannya disusun secara logis dan sistematis
3.    Bahasa yang digunakan adalah ragam  bahasa baku.
C.    Ketentuan umum yang harus diperhatikan dalam pembuatan karangan ilmiah:
1.    Kertas yang digunakan untuk mengetik karangan adalah kertas HVS berukuran kuarto (21,5
x 28 cm). Untuk kulitnya, digunakan kertas yang agak tebal.
2.    Pengetikan menggunakan huruf tegak dan jelas (misalnya, Times New Roman) dengan ukuran 12.
3.    Menggunakan tinta berwarna hitam.
4.    Batas-batas pengetikan:
a    pias atas 4 cm;
b    pias bawah 3 cm;
c    pias kiri 4 cm; dan
d    pias kanan 3 cm.
5.    sistematika karya ilmiah menggunakan sistematika secara umum

D.    Sistematika Karya Ilmiah
1.    Bagian Pembuka
a.    Kulit Luar/Kover
Halaman ini memuat 1) Judul karangan ilmiah lengkap dengan anak judul (jika ada) 2) Keperluan Penyusunan 3) Nama Penyusun 4) logo lembaga pendidikan 5) Nama Lembaga Pendidikan 6) Nama Kota 7) Tahun Penyusunan


b.    Halaman persetujuan
Halaman persetujuan ini memuat 1) judul karya ilmiah, 2) nama siswa yang menyusun karya ilmiah beserta nomor induk siswa, 3) tanda tangan dan nama terang pembimbing, dan 4) kata persetujuan.
c.    Halaman Pengesahan
Halaman ini memuat bukti pengesahan administratif dan akademik oleh kepala sekolah. Halaman ini memuat 1) judul karya ilmiah, 2) nama siswa yang menyiapkan karya ilmiah, 3) kalimat pengesahan beserta tanggal, bulan, dan tahun, 4) tanda tangan dan nama terang guru pembimbing dan kepala sekolah serta cap stempel.
d.    Abstrak
Abstrak disusun dengan komponen-komponen sebagai berikut: 1) nama siswa, ditulis dari belakang (seperti penulisan nama pengarang pada daftar pustaka) apabila terdiri dari dua bagian nama atau lebih, 2) tahun pembuatan, 3) judul karya ilmiah (dalam tanda petik, huruf kapital hanya pada awal setiap kata), 4) kata Karya Ilmiah ditulis miring, 5) nama kota, 6) nama sekolah, 7) kata ABSTRAK. Penulisan isi abstrak tersebut dituangkan dalam tiga paragraf dengan spasi tunggal. Paragraf pertama berisi uraian singkat mengenai latar belakang masalah dan tujuan penelitian. Paragraf kedua berisi metode penelitian, mencakup populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, dan teknik analisis data. Paragraf ketiga berisi hasil penelitian dan pembahasan.
e.    Kata Pengantar
Kata pengantar dibuat untuk memberikan gambaran umum kepada pembaca tentang penulisan karangan ilmiah. Kata pengantar hendaknya singkat tapi jelas. Yang dicantumkan dalam kata pengantar adalah (1) puji syukur kepada Tuhan, (2) keterangan dalam rangka apa karya dibuat, (3) kesulitan/ hambatan yang dihadapi, (4) ucapan terima kasih kepada pihak yang membantu tersusunnya karangan ilmiah, (5) harapanpenulis, (6) tempat, tanggal, tahun, dan nama penyusun karangan ilmiah
f.    Daftar isi
Daftar isi ini memuat secara rinci isi keseluruhan karya ilmiah beserta letak nomor halamannya, mulai dari halaman judul sampai dengan lampiran. Komponen isi karya ilmiah ini dicantumkan dalam daftar isi antara lain meliputi judul-judul bab dan subbab. Penulisan daftar isi harus mempertahankan konsistensi dalam pencantuman komponen-komponen itu.
g.    Daftar Tabel,gambar, grafik, bagan/skema, singkatan/lambang (jika ada)
Daftar tabel, gambar, , grafik, bagan/skema, singkatan/lambang berisi nomor urut halaman tempat tabel, gambar, , grafik, bagan/skema, singkatan/lambang tersebut disajikan. Tiap-tiap jenis dikelompokkan dan diberi nomor urut tersendiri. Tajuk Daftar Tabel, gambar, , grafik, bagan/skema, singkatan/lambang dituliskan dengan huruf kapital semua dan terletak di tengah.
2.    Bagian Inti Karangan
a.    Bab Pendahuluan
1)    Latar Belakang Masalah.
Bagian ini memuat alasan penulis mengambil judul itu dan manfaat praktis yang dapat diambil dari karangan ilmiah tersebut. Alasan-alasan ini dituangkan dalam paragraf-paragraf yang dimulai dari hal yang bersifat umum sampai yang bersifat khusus.
2)    Rumusan masalah.
Permasalahan yang timbul akan dibahas dalam bagian pembahasan, dan ini ada kaitannya dengan latar belakang masalah yang sudah dibahas sebelumnya. Permasalahan ini dirumuskan dalam kalimat-kalimat pertanyaan.
3)    Ruang Lingkup.
Ruang lingkup ini menjelaskan pembatasan masalah yang dibahas. Pembatasan masalah hendaknya terinci dan istilah istilah yang berhubungan dirumuskan secara tepat. Rumusan ruang lingkup harus sesuai dengan tujuan pembahasan.
4)    Tujuan.
Bagian ini mencantumkan garis besar tujuan pembahasan dengan jelas dan tujuan ini ada kaitannya dengan rumusan masalah dan relevansinya dengan judul. Tujuan boleh lebih dari satu.
5)    Landasan Teori.
Landasan teori berisi prinsip-prinsip teori yang mempengaruhi dalam pembahasan. Teori ini juga berguna untuk membantu gambaran langkah kerja sehingga membantu penulis dalam membahas masalah yang sedang diteliti.
6)    Hipotesis.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, hipotesis adalah sesuatu yang dianggap benar untuk alasan atau pengutaraan pendapat (teori, proposisi, dsb) meskipun kebenarannya masih harus dibuktikan dengan demikian hipotesis merupakan kesimpulan/perkiraan yang dirumuskan dan untuk sementara diterima, serta masih harus dibuktikan kebenarannya dengan data-data otentik yang ada, pada bab-bab berikutnya. Hipotesis harus dirumuskan secara jelas dan sederhana, serta cukup mencakup masalah yang dibahas.
7)    Sumber data atau kajian pustaka.
Sumber data atau kajian pustaka yang digunakan penulis karangan ilmiah biasanya adalah kepustakaan, tempat kejadian peristiwa (hasil observasi), interview, seminar, diskusi, dan sebagainya.
8)    Metode dan teknik.
Metode Pengumpulan Data, metode pengumpulan data adalah cara mencari data bagi suatu penulisan, ada yang secara deduktif dan atau induktif. Mencari data dapat dilakukan dengan cara studi pustaka, penelitian lapangan, wawancara, seminar, diskusi, dan lain sebagainya. Teknik Penelitian adalah penjabaran metode penelitian, sistem atau metode penelitian dengan meneliti langsung objeknya, teknik penelitian  yang dapat digunakan ialah teknik wawancara, angket, daftar kuesioner, dan observasi. Semua ini disesuaikan dengan masalah yang dibahas
b. Bab Analisis atau Bab Pembahasan
Bab ini merupakan bagian pokok dari sebuah karangan ilmiah,yaitu masalah-masalah akan dibahas secara terperinci dan sistematis. Jika bab pembahasan cukup besar, penulisan dapat dijadikan dalam beberapa anak bab.
c.    Bab Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisi kesimpulan yang telah diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan. Kesimpulan adalah gambaran umum seluruh analisis dan relevansinya dengan hipotesis yang sudah dikemukakan.
Yang dimaksudkan dengan saran adalah saran penulis tentang metode penelitian lanjutan, penerapan hasil penelitian, atau beberapa saran yang ada relevansinya dengan hambatan yang dialami selama penelitian.
3.    Bagian Penutup
a.    Daftar Pustaka
Tajuk daftar pustaka dituliskan dengan huruf kapital semua tanpa diberi tanda baca dan dituliskan di tengah-tengah. Dalam daftar pustaka dicantumkan semua kepustakaan, baik yang dijadikan acuan penyusunan karangan maupun yang dijadikan bahan bacaan, termasuk artikel, makalah, skripsi, disertasi, buku, dan lain-lain.
Semua acuan dalam daftar pustaka disusun menurut abjad nama pengarang atau lembaga yang menerbitkan. Jadi, daftar pustaka tidak diberi nomor urut. Jika tanpa nama pengarang atau lembaga, yang menjadi dasar urutan adalah judul pustaka.
 Contoh penulisan daftar pustaka:
Eneste, Panusuk. 1983. Mempertimbangkan Tradisi. Jakarta: Gramedia.
Untuk majalah atau jurnal mengikuti sistematika sebagai berikut: nama penulis, tahun terbit, judul tulisan, nama majalah/jurnal dengan singkatan resminya, nomor penerbitan dan halaman.
b.    Penulisan Lampiran (jika diperlukan)
c.    Penulisan Indeks  (jika diper lukan)
E.    Langkah- langkah Mengarang
1.    Tentukanlah topic
Topik adalah pokok pembicaraan. Dalam pemilihan topik, seorang penulis harus mempertimbangkan hal-hal berikut:
a.    Topik harus betul-betul dikuasai dan dekat dengan kehidupan.
b.    Topik harus menarik perhatian.
c.    Topik harus spesifik atau terpusat pada satu permasalahan yang sempit dan terbatas.
d.    Topik harus memiliki data atau fakta yang objektif.
e.    Topik harus diketahui prinsip-prinsip ilmiahnya.
f.    Topik harus memiliki sumber acuan atau kepustakaan.
2.    Rumuskan judul karangan
Berdasarkan topik yang ditetapkan, dapat dirumuskan judulkarangan. Judul adalah kepala karangan. Syarat judul yang baik sebagai berikut.
a.    Judul relevan dengan isi karangan.
b.    Judul dirumuskan secara singkat dan jelas.
c.    Judul dapat menarik perhatian.
3.    Buatlah kerangka karangan
Berdasarkan topik tersebut, catatlah hal-hal yang akan ditulis berdasarkan topik yang kamu pilih! Setelah mencatat hal-hal penting yang akan kamu tulis, buatlah kerangka karangannya. Urutkan dari hal-hal yang umum ke hal yang khusus. Hal ini disebut pola pengembangan deduksi. Kamu dapat juga mengurutkan dari hal-hal yang khusus ke hal-hal yang umum. Hal ini disebut pengembangan induksi. Selanjutnya buat kerangka karangan dengan  mengikuti langkah berikut:
a.Tuliskanlah  topik-topik umum dan topik-topik bawahan (rincian) secara rinci.
b.    Evaluasilah topik-topik yang dituliskan berdasarkan relevansi dan kedudukannya. Yang tidak relevan atau tidak ada hubungannya dengan topik dibuang, kemudian dari judul dan anak judul terpilih urutkan  berdasarkan pola pengembangan serta kedudukannya, mana yang harus disajikan lebih dulu dan mana yang berikutnya.
c.    Susunlah  kerangka karangan dengan pola deduksi atau induksi. Jika pola pengembangan karangan yang dipilih  pola deduksi, maka topik-topik yang dipilih harus diurutkan dari hal yang  umum ke hal-hal yang khusus. Sebaliknya, jika pola pengembangan yang dipilih pola induksi, maka topik-topik dipilih diurutkan dari yang khusus ke yang umum.
4.    Kumpulkan data karangan
Setelah kerangka karangan disusun, kumpulkan data dengan cara sebagai berikut.
a.    Mencari keteorangan dari bahan kepustakaan.
b.    Mencari keteorangan dari pihak-pihak yang mengetahui permasalahan.
c.    Mengamati langsung objek yang ditulis.
d.    Mengadakan percbaan atau pengujian di lapangan atau labratrium.
Informasi yang dicari harus relevan dengan topik yang ditulis. Catat isi yang dikutip dan sumber yang dirujuknya. Yang perlu dicatat yakni  nama pengarang, judul buku, tahun terbit, kta terbit, penerbit, dan halaman letak informasi tersebut diambil. Selain itu data atau fakta yang ditemukan di lapangan juga dicatat. Data di lapangan dapat dikumpulkan melalui pengamatan, wawancara, penyebaran angket, atau eksperimen.
5.    Membuat karangan utuh
Setelah semua bahan yang dibutuhkan sudah lengkap, kembangkanlah kerangka karangan yang sudah disusun dengan pola yang dipilih, deduksi atau induksi! Pengembangan kerangka karangan menjadi sebuah karangan perlu memerhatikan  penyajian karangan; pengembangan paragraf; dan pemakaian bahasa.
Pengembangan setiap judul dan sub-subjudul harus uraian yang sesuai dengan judul atau subjudul yang dikembangkan. Jika ada gambar, bagan, tabel atau grafik, maka sebelum dan sesudah bagan/grafik/tabel/ gambar hendaknya ada uraian yang mengantarkan atau menjelaskan.
Pemaparan tersebut hendaknya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Tahap pengembangan karangan secara umum sebagai berikut :
a.    Pengelompokan bahan, yakni bagian mana yang didahulukan dan bagian mana yang mengikutinya.
b.    Pengonsepan, yakni tahap pengembangan kerangka karangan menjadi karangan.
c.    Pengecekan kembali naskah, yakni lengkapi kekurangan dan buang yang tidak relevan. Atau buang pembahasan yang tumpang tindih atau berulang-ulang.

Penyuntingan berdasarkan pemakaian bahasa, yakni perbaiki ejaan yang salah, perbaiki kalimat yang tidak efektif, perbaiki pemakaian kata yang tidak baku, dan perbaiki paragraf yang pengembangannya kurang baik.      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar