DIKTAT BAHASA
INDONESIA
Bahasa Indonesia Laras Ilmiah
A. Fungsi dan
kedudukan Bahasa Indonesia
1.1
Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional
Seminar politik Bahasa Nasional yang
diselenggarakan pada Februari 1975, memutuskan kedudukan dan fungsi Bahasa
Indonesia sebagai berikut:
a) Bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa
nasional.
b) Bahasa Indonesia sebagai lambang identitas
nasional.
c) Bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat yang
memungkinkan penyatuan berbagai masyarakat yang berbeda latar belakang sosial,
budaya, dan bahasa.
d) Bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat
penghubung antar daerah dan antar budaya.
1.2 Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara
Sedangkan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa
Negara memiliki fungsi sebagai berikut:
a) Bahasa resmi kenegaraan.
b) Bahasa pengantar di lembaga-lembaga
pendidikan.
c) Alat penghubung pada tingkat nasional untuk
kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintahan.
d) Alat pengembangan kebudayaan, pemanfaatan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
B. Ragam Bahasa Indonesia
Ø Ragam Daerah
atau Ragam Dialek
Ragam patokan daerah, lazim dikenal dengan
dialek/logat. Ragam ini digunakan sekelompok masyarakat dari suatu wilayah atau
daerah tertentu. Misalnya dialek Medan, Jawa, Sunda, dan Aceh.
Ø Ragam Sosiolek
Ragam sosiolek adalah ragam bahasa yang
mencerminkan pribadi sosial pengguna bahasa. Seorang yang berpendidikan tinggi
tentu berbeda ragam dalam pemakaian bahasa dengan orang yang berpendidikan
rendah.
Ø Ragam
Fungsiolek
Ragam
berdasarkan sikap penutur mencakup daya ucap secara khas. Ragam ini digunakan
antara lain dalam kegiatan : kesehatan, susastra, olahraga, jurnalistik,
lingkungan, dan karya ilmiah. Setiap bidang tersebut menampakkan ciri tersendiri
dalam pengungkapannya.
Ø Ragam Lisan dan
Tulis
Ragam lisan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Memanfaatkan alat ucap dengan bantuan
intonasi, mimik, dan gerak-gerik anggota tubuh.
2. Komunikasi berlangsung secara tatap muka.
Ragam bahasa tulis memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
1. Menggunakan ejaan dalam penyampaian
informasi.
2. Komunikasi berlangsung secara non tatap
muka.
C. Bahasa Indonesia laras ilmiah
Pada saat digunakan sebagai alat
komunikasi, bahasa masuk dalam berbagai laras sesuai dengan fungsi
pemakaiannya. Jadi, laras bahasa adalah kesesuaian antara bahasa dan pemakaiannya.
Salah
satu model pembagian laras bahasa yang paling terkemuka diajukan oleh Joos
(1961) yang membagi lima laras bahasa menurut derajat keformalannya, yaitu :
(1) beku (frozen),
(2) resmi (formal),
(3) konsultatif (consultative),
(4) santai (casual), dan
(5) akrab (intimate).
(1) beku (frozen),
(2) resmi (formal),
(3) konsultatif (consultative),
(4) santai (casual), dan
(5) akrab (intimate).
Laras
bahasa dapat digolongkan kepada dua golongan besar, yaitu :
a.
Laras
biasa ialah laras khusus yang digunakan untuk masyarakat umum seperti bidang
hiburan (laporan suskan, berita sukan), pengetahuan dan penerangan (syarahan,
rencana), maklumat dan pemujukan (rencana, iklan).
b.
Laras
khusus pula merujuk kepada kegunaan untuk khalayak khusus seperti ahli-ahli
atau peminat dalam bidang tertentu dan pelajar-pelajar (rencana, laporan,
buku).
Pembeda
utama yang membedakan antara laras biasa dengan laras khusus adalah kosa
kata,tata bahasa,dan gaya bahasa.
D.
Ciri-ciri bahasa Indonesia baku
Ragam bahasa baku (standar) memiliki
sifat yaitu : kemantapan, dinamis, kecendikiawan, dan keseragaman. Ragam baku
adalah ragam (konfensional) yang telah disepakati bersama dan terkumpul dalam
Tata Bahasa Baku.
LATIHAN!
1.
Sebutkan fungsi dan kedudukan bahasa Indonesia!
2.
Ragam bahasa Indonesia mempunyai ciri-ciri yang
sangat nyata, sebutkan ciri-ciri nyata tersebut dan jelaskan!
3.
Jelaskan apa bahasa Indonesia laras ilmiah dan
ciri-ciri bahasa Indonesia baku!
BAGIAN 2
Ejaan Yang Disempurnakan
(EYD)
A. Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)
EYD adalah rangkaian
aturan yang wajib
digunakan dan ditaati dalam tulisan bahasa Indonesia resmi. Penggunaan ejaan yang disempurnakan
(EYD) sangat dibutuhkan dalam penulisan
karya tulis ilmiah agar sebuah karya tulis ilmiah tersebut dapat tersusun
dengan baik dan mudah dipahami.
Ruang lingkup EYD mencangkup lima aspek, yaitu:
1).
Pemakaian huruf membicarakan bagian-bagian dasar dari suatu bahasa, yaitu
1.
Abjad
4. Pemenggalan
2.
Vokal
3. Nama Diri
3. Konsonan
2).
Penulisan huruf membicarakan beberapa perubahan huruf dari ejaan sebelumnya
yang meliputi
1. Huruf Kapital
2. Huruf Miring
3).
Penulisan kata membicarakan bidang morfologi dengan segala bentuk dan jenisnya
berupa
1.
Kata Dasar
2.
Kata Turunan
3.
Kata Ulang
4.
Gabungan Kata
5.
Kata Ganti kau, ku, mu,dan nya
6.
Kata Depan di, ke, dan dari
7.
Kata Sandang si dan sang
8.
Partikel
9.
Singkatan dan Akronim
10.
Angka dan Lambang Bilangan
4).
Penulisan unsur serapan membicarakan kaidah cara penulisan unsur serapan,
terutama kosa kata yang berasal dari bahasa asing.
5)
Pemakaian tanda baca (pungtuasi) membicarakan teknik penerapan kelima belas
tanda baca dalam penulisan dengan kaidanya masing-masing
BAGIAN 3
Kata Baku dan tidak baku dalam bahasa Indonesia
A. Kata baku dan tidak baku
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia,
Bahasa baku atau bahasa standar adalah ragam bahasa yang diterima untuk dipakai dalam
situasi resmi, seperti dalam perundang-undangan, surat-menyurat, dan rapat
resmi.
Ciri-ciri Bahasa Indonesia Baku
sebagai berikut:
1.
Pelafalan sebagai bahagian fonologi
bahasa Indonesia baku adalah
pelafalan yang relatif bebas dari
atau sedikit diwarnai bahasa
daerah atau dialek.
2.
Bentuk kata yang berawalan me- dan
ber- dan lain-lain sebagai
bahagian morfologi bahasa Indonesia
baku ditulis atau diucapkan
secara jelas dan tetap di dalam
kata.
Ada beberapa ciri yang dapat digunakan
untuk mempertimbangkan kebakuan kalimat, antara lain:
1.
Pelesapan imbuhan, misalnya “Kita
harus hati-hati dalam menentukan sample penelitian ini” (seharusnya
“berhati-hati”).
2.
Pemborosan kata yang menyebabkan
kerancuan atau bahkan kesalahan struktur kalimat, misalnya “Dalam rapat
pimpinan kemarin memutuskan susunan pengurus baru” (kata dalam dapat dibuang).
3.
Penggunaan kata yang tidak baku,
termasuk penggunaan kosakata bahasa daerah yang belum dibakukan. Contoh,
“Percobaan yang dilakukan cuma menemukan sedikit temuan” (Cuma diganti hanya).
4.
Penggunaan kata hubung yang tidak
tepat, termasuk konjungsi ganda, misalnya ”Meskipun beberapa ruang sedang
diperbaiki, tetapi kegiatan sekolah berjalan terus.” (konjungsi tetapi
sebaiknya dihilangkan karena sudah ada konjungsi meskipun).
5.
Kesalahan ejaan, termasuk penggunaan
tanda baca.
6.
Pelesapan salah satu unsur kalimat,
misalnya ”Setelah dibahas secara mendalam, peserta rapat menerima usul tersebut”
(subjek anak kalimat ‘usul tersebut’ tidak boleh dilesapkan).
Contoh
kata baku dan kata tidak baku :
NO
|
KATA BAKU
|
KATA TIDAK BAKU
|
1.
|
Saksama
|
Seksama
|
2. 2.
|
Subjek
|
Subyek
|
3. 3.
|
Saraf
|
Syaraf
|
4. 4.
|
Subjektif
|
Subyektif
|
5. 5.
|
Teknik
|
Tehnik
|
6. 6.
|
Teknologi
|
Tehnologi
|
7. 7.
|
Terampil
|
Trampil
|
8. 8.
|
Telanjur
|
Terlanjur
|
9. 9.
|
Telantar
|
Terlantar
|
10. 10.
|
Ubah
|
Rubah
|
11. 11.
|
Mengubah
|
Merubah
|
12. 12.
|
Utang
|
Hutang
|
13. 13.
|
Mungkir
|
Pungkir
|
15. 14.
|
Objek
|
Obyek
|
16. 15.
|
Objektif
|
Obyektif
|
17. 16.
|
Peduli
|
Perduli
|
18. 17.
|
System
|
Sistim
|
19. 18.
|
Silakan
|
Silahkan
|
BAGIAN 4
Kalimat Efektif
Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan
pemakainya secara tepat dan dapat
dipahami oleh pendengar/pembaca secara tepat pula. Akan tetapi, membuat kalimat
efektif tidaklah gampang karena memerlukan keterampilan tersendiri.
A. Ciri-ciri kalimat efektif
Ø Keutuhan, kesatuan, kelogisan, kesepadanan
makna dan struktur
Ø Kesejajaran
bentuk kata, dan (atau) struktur kalimat secara gramatikal
Ø Kefokusan
pikiran sehingga mudah dipahami
Ø Kehematan penggunaan
unsur kalimat
Ø Kecermatan dan
kesantunan
Ø Kevariasian
kata dan struktur sehingga menghasilkan kesegaran bahasa
B. Pola Kalimat Dasar
- Susunan kalimat menurut aturan tata bahasa
yang benar, misalnya:
Ø Pulau Buton banyak menghasilkan aspal.
Ø dll
- Adanya kesatuan pikiran dan hubungan yang
logis didalam kalimat. Misalnya :
Ø Dia datang ketika kami sedang makan.
Ø Loket belum dibuka walaupun hari sudah siang.
Ø dll
3. Penggunaan kata secara tepat dan efesien.
Misalnya:
Ø Korban kecelakaan lalu lintas bulan ini bertambah.
Ø Panen yang gagal memaksa kita mengimpor beras.
4. Penggunaan variasi
kalimat atau pemberian tekanan pada unsur kalimat yang
ingin ditonjolkan. Misalnya:
ingin ditonjolkan. Misalnya:
Kalimat Biasa
Ø Dia pergi dengan diam-diam.
Ø Dengan pisau dikupasnya mangga itu.
Kalimat Bertekanan
Ø Dengan pisau dikupasnya mangga itu.
Kalimat Bertekanan
Ø Pergilah daia dengan diam-diam.
Ø Dengan pisaulah dikupasnya mangga itu.
C. Tata
kalimat dan penyebab kesalahan struktur kalimat
Tata
kalimat atau transformasi adalah berupa perubahan bentuk kalimat menjadi bentuk
kalimat lain.
Jenis-jenis transformasi sebagai berikut:
1. Transformasi jeda,
yaitu dengan menggunakan jeda.
Jeda adalah perhentian sebentar. Perhentian sebentar ini
dalam kalimat dapat diwujudkan setelah mengucapakan kata-kata yang ada di dalam
kalimat.
Contoh:
a. Ibu Ruminah seorang guru.
a. Ibu Ruminah seorang guru.
b.
Ibu, Ruminah seorang guru.
c.
Ibu Ruminah, seorang guru.
d.
Ibu, Ruminah, seorang guru.
Penempatan jeda mengakibatkan kalimat a) yang masih
meragukan menjadi kalimat b) c) dan d) yang memiliki maksud berbeda.
Kalimat b) yang berprofesi sebagai guru adalah Ruminah; kalimat c) yang
berprofesi sebagai guru adalah Ibu Ruminah; dan d) yang berprofesi sebagai guru
adalah Ibu dan Ruminah. Tanda baca (,) yang merupakan perhentian sebentar
memiliki makna yang dalam.
Jadi dalam menulis harus memperhatikan tanda baca agar
pembaca dapat memahami informasi yang disampaikan. Informasi yang tidak bisa
dipahami pembaca mengakibatkan tulusan seorang penulis tidak komunikatif.
Kalimat minor atau minim juga dapat dijadikan menjadi
kalimat lain dengan transformasi jeda.
Contoh:
a. Aduh.
a. Aduh.
b.
Aduh!
c.
Aduh?
d.
Aduh….?
e.
Aduh?
2 . Transformasi aposisi, yaitu
dengan menggunakan kata tugas “yang”.
Perubahan bentuk kalimat antara dua komponen menggunakan
kata tugas “yang” (monovalen).
Contoh:
a. Almari itu dipakai tempat baju.
Contoh:
a. Almari itu dipakai tempat baju.
b.
Almari itu dijual.
Bentuk
transformasinya:
a.
Almari yang dipakai tempat baju itu dijual.
b.
Almari yang dijual itu dipakai tempat baju.
Kalimat a) transformasi primer sebab gagasan pertama
menempati posisi depan (bagian depan/kontur depan). Sedangkan gagasan kedua
menempati posisi belakang. Pembentukan kalimat transformasi aposisi ini
menggunakan tiga gagasan yang berbeda dan dideskripsikan berurutan.
Transformasi aposisi ini dimanfaatkan pada bentuk deskripsi.
Karangan diskripsi mengandalkan keahlian penulis dalam membuat bentuk-bentuk
kalimat transformasi aposisi.
Contoh kalimat:
Contoh kalimat:
a.
Pemuda ini sering mengantar aku sampai ke kos.
b.
Pemuda ini sering membiri ucapan selamt ulang tahun kepadaku.
c.
Pemuda ini diwisuda Agustus 2005.
Diubah menjadi kalimat transformasi aposisi:
Menjadi a+b+c; a+c+b; b+a+c; b+c+a; c+b+a dan c+a+b. Pengembangan
penalaran penulis tampak dalam kalimat yang disusun. Kelogisan eskripsi akan
menjadi bahan pertimbangan bagi seorang penulis.
3.
Transformasi setara, yaitu dengan menggunakan kata tugas “dan”.
Pentransformasian ini akan menghasilkan kalimat majemuk
setara/kalimat koordinat. Dua gagasan yang nilai komunikasinya sama disatukan
oleh kata “dan”.
Contoh:
a. Hujan turun dan pohon tumbang.
a. Hujan turun dan pohon tumbang.
b.
Ayah pergi dan ibu pulang.
Hal yang bisa disatukan tentu saja memenuhi syarat nilai
sama seperti kalimat diatas.
Contoh:
a. Hujan turun dan sudah wisuda.
Contoh:
a. Hujan turun dan sudah wisuda.
b.
Ibu menjahit dan teroris bergerak.
Ada kendala psikologis dalam penyusunan kalimat diatas,
penulis nampak memaksa gagasan yang berbeda disatukan dalam satu kalimat.
4.
Transformasi disjungtif, yaitu dengan menggunakan kata tugas atau/tetapi.
Penggunaan kata atau untuk menghasilkan kesamaan dan penggunaan
tetapi untuk menghasilkan ketidaksamaan.
Contoh:
a. Ida makan, atau Ibu tidur.
a. Ida makan, atau Ibu tidur.
b.
Ida makan, tetapi Ibu tidur.
c.
Saya berbicara keras, tetapi guru menerangkan.
d.
Saya berbicara keras, tetapi guru tidak menghiraukan.
5.
Transformasi opini, yaitu dengan menggunakan kata tugas “benar” atau “tidak
benar”.
Opini merupakn pandangan penulis. Transformasi opini
merupakan pandangan subjektif penulis. Nilai pendapat ditentukan oleh
kepandaian yang dimiliki penulis. Penulis yang dipercaya tentu saja berimbas
pada kepercayaan terhadap kalimat yang dibuat.
Pendapat yang berorientasi kepada pengakuan menggunakan kata
tugas benar dan opini yang berorientasi kepada pengingkaran atau sanggahan
menggunakan kata tugas tidak benar.
Contoh:
a. Benar, bahwa Ani mengikuti semester pendek ini.
Contoh:
a. Benar, bahwa Ani mengikuti semester pendek ini.
b.
Tidak benar, rakyat belum makmur.
Opini sering di sajikan berdasarkan pandangan seseorang
terhadap hal yang terjadi di dalam kehidupan. Logika atau penalaran yang
menyertai penyusunan kalimat opini ini adalah kondisi psikologis penulis.
Kalimat ini bisa mendatangkan perdebatan adu argument yang serius manakala
digunakan dalam komunikasi. Komunikasi tulis akan menimbulkan perang pena.
BAGIAN 5
Latihan Menganalisis EYD, Kata Baku, dan
Kalimat Efektif
A. Menganalisis
EYD
1.
Penggunaan Huruf Kapital
Huruf kapital atau huruf besar dipakai
untuk:
1. Huruf besar
atau kapital dipakai sebagai huruf pertama kata awal kalimat.
Misalnya : Ada gula, ada
semut.
2. Huruf besar
atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
Misalnya: Adik bertanya,
“Kapan kita pulang?”
3. Huruf besar
atau kapital dipaka sebagai huru pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan
hal-hal keagamaan, kitab suci, dan nama Tuhan, termasuk kata gantinya.
Misalnya: Allah Quran
Yang Maha Kuasa Alkitab
Tuhan akan
menunjukkan jalan yang benar kepada hamba-Nya.
4. Huruf besar
atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama gelar kehormatan, dan
keagamaan yang diikuti nama orang.
Misalnya: Haji Agus Salim , Nabi Ibrahim,dll.
Tetapi, perhatikan penulisan berikut:
Hasanuddin,
sultan Makasar, digelar juga Ayam Jantan dari Timur.
5. Huruf besar
atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat yang
diikuti nama orang.
Misalnya: Gubenur Abd.
Rachman Sayoeti,
Menteri Ali
Alatas,dll.
6.
Huruf besar
atau kapital dipakai sebagai huruf pertama nama orang.
Misalnya: Amir Hamzah, Dewi Sartika, Halim Perdanakusumah,Wage Rudolf Supratman,dll
7.
Huruf besar
atau kapital dipakai sebagai huruf pertama nama, bangsa, suku dan bahasa.
Misalnya:
bangsa
Indonesia, suku Sunda, bahasa Inggris,dll
Tetapi, perhatikan penulisan berikut:
mengindonesiakan kata-kata asing,keinggris-inggrisan,dll
8.
Huruf besar
atau kapital dipakai sebagai huruf pertama nama, tahun, bulan, hari, hari raya,
dan peristiwa sejarah.
Misalnya: tahun Hijrah,hari Jumat,Proklamasi Kemerdekaan,hari Lebaran,dll.
Tetapi, perhatikan penulisan berikut ini: memproklamasikan
kemerdekaan
9.
Huruf besar
atau kapital dipakai sebagai huruf pertama nama khas dalam geografi.
Misalnya
: Asia Tenggara,dll
Tetapi, perhatikan
penulisan berikut ini:
berlayar ke
teluk,mandi di kali,dll.
10. Huruf kapital
dipakai sebagai huruf pertama nama resmi badan, lembaga pemerintahan dan
ketatanegaraan serta dokumen resmi.
Misalnya: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dewan
Perwakilan Rakyat,dll.
11. Huruf besar
atau kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata di dalam nama buku,
majalah, surat kabar, dan judul karangan, kecuali kata partikel, seperti: di,
ke, dari, untuk, dan, yang, yang tidak terletak pada posisi awal.
Misalnya: Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma,Pelajaran
Ekonomi untuk Sekolah Lanjutan Atas,Salah Asuhan,dll.
12. Huruf besar
atau kapital dipakai dalam singkatan nama gelar dan sapaan.
Misalnya:
Dr. Doktor
M.A Master
of Arts
Ny. Nyonya
Prof. Profesor
S.H. Sarjana
Hukum
13. Huruf besar
atau kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan
seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai sebagai kata
ganti atau sapaan. Misalnya: Kapan Bapak berangkat? , Besok Paman akan datang,dll.
Catatan: Huruf besar
atau huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan
kekerabatan yang tidak dipakai sebagai kata ganti atau sapaan.
Misalnya:
Kita
harus menghormati bapak dan ibu kita.
Semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga
Semua
camat dalam kabupaten itu hadir
2. Penggunaan Tanda Baca
1. Tanda Titik (.)
(1)
Tanda titik
dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya: Ayahku tinggal
di Solo.
(2)
Tanda titik
dipakai pada akhir singkatan nama orang.
Misalnya: A.S. Karamiwadun,dll.
(3)
Tanda titik
dipakai pada akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat dan sapaan.
Misalnya:
Dr. Doktor
Kep. Kepala
Kol. Kolonel
(4)
Tanda titik
dipakai pada singkatan kata atau ungkapan yang sudah sangat umum. Pada
singkatan yang terdiri atas tiga huruf atau lebih hanya dipakai satu tanda
titik.
Misalnya:
a.n atas nama
dkk. dan
kawan-kawan
(5)
Tanda titik di
belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.
Misalnya:
III. Departemen Dalam Negeri
a.
Direktorat
Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa
b.
Direktorat
Jenderal Agraria
(6)
Tanda titik dipakai
untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yag menunjukkan waktu. Misalnya: pukul
1.35.25 (pukul 1 lewat 3o menit detik),dll.
(7)
Tanda titik
tidak dapat dipakai untuk memisahkan angka ribuan, jutaan, dan seterusnya yang
tidak menunjukkan jumlah. Misalnya: Ia lahir pada tahun 1950 di Bandung.
(8)
Tanda titik
dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang tidak menunjukkan
jangka waktu. Misalnya: 1.35.20 jam (1
jam, 35 menit, 20 detik).
(9)
Tanda titik
tidak dapat dipakai dalam singkatan yang terdiri dari huruf-huruf awal kata
atau suku kata, atau gabungan keduanya, atau yang terdapat di dalam akronim
yang sudah diterima oleh masyarakat. Misalnya: ABRI Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia
(10)
Tanda titik
tidak dipakai dalam singkatan lambang kimia, satua ukuran, takaran, timbangan,
dan mata uang.
Misalnya: Cu Kuprum
(11)
Tanda titik
tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan, atau kepala ilustrasi, tabel dan sebagainya.
Misalnya:
Acara Kunjungan
Adam Malik
(12)
Tanda titik
tidak dipakai di belakang alamat pengirim dan tanggal surat, atau nama dan
alamat penerima surat. Misalnya: Jalan Diponegoro 82 Jakarta
2. Tanda Koma (,)
(1)
Tanda koma
dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu pemerincian atau pembilangan.
Misalnya: Saya membeli kertas, pena, dan tinta
(2)
Tanda koma
dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara
berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi, melainkan. Misalnya: Saya ingin datang, tetapi hari hujan.
(3)
Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk
kalimat apabila anak kalimat tersebut mendahului induk kalimatnya. Misalnya: Kalau hari hujan, saya tidak akan datang.
(4)
Tanda koma
dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antar kalimat yang terdapat
pada awal kalimatnya. Termasuk di dalamnya, oleh karena itu, jadi, lagi pula,
meskipun begitu, akan tetapi. Misalnya: Oleh karena itu, kita harus berhati-hati.
(5)
Tanda koma
dipakai untuk memisahkan petikan lansung dari bagian lain dalam kalimat.
Misalnya: Kata ibu, “Saya gembira sekali.”
3. Tanda Titik Dua (:)
(1)
Tanda titik dua
dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap bila diikuti rangkaian atau
pemerian. Misalnya:
Yang kita perlukan sekarang ialah
barang-barang yang berikut: kursi, meja dan lemari.
Fakultas itu mempunyai dua jurusan:
Ekonomi Umum dan Ekonomi Perusahaan.
(2)
Tanda titik dua
dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian. Misalnya:
a. Ketua: Ahmad Wijaya
Sekretaris: S. Handayani
Bendahara: B. Hartawan
(3)
Tanda titik
dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan.
Misalnya:
Ibu : “Bawa kopor ini, Mir!”
Amir : “Baik, Bu.”
Ibu : “Jangan lupa. Letakkan baik-baik!”
(4)
Tanda titik dua
tidak dipakai kalau rangkaian atau pemerian itu merupakan pelengkap yang
mengakhiri pernyataan. Misalnya: Kita memerlukan kursi, meja dan lemari.
(5) Tanda titik dua
dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii) di antara bab dan ayat
dalam kitab-kitab suci, atau (iii) di antara judul dan anak judul suatu
karangan. Misalnya:
(i)
Tempo, I
(1971), 34:7
(ii)
Surah Yasin : 9
B. Menganalisis kata baku
Contoh :
Ø Saudara ketua, para hadirin yang terhormat,
kalimat tersebut jelas salah, karena
mengandung makna jamak. Kata para sudah menyatakan jamak, begitu juga
kata hadirin, sudah mengandung makna semua orang yang hadir, oleh karena itu
tidak perlu dijamakkan lagi dengan menempatkan kata peserta para. Kalimat yang
benar adalah: hadirin yang terhormat.
Ø Waktu kami menginjak klinik di bulan
September… Kalimat diatas jelas salah, karta majemuk tidak tepat diapaki
seharusnya memasuki, kata perangkai “di” tidak boleh ditempatkan didepan kata
tidak menunjukkan kata tempat, jadi diganti dengan pada. Kalimat yang benar
adalah: waktu kami memasuki klinik pada bulan September.
Ø Dll.
C. Menganalisis kalimat efektif
Contoh:
a. Almari itu dipakai tempat baju.
a. Almari itu dipakai tempat baju.
b.
Almari itu dijual.
Bentuk
transformasinya:
a.
Almari yang dipakai tempat baju itu dijual.
b.
Almari yang dijual itu dipakai tempat baju.
Kalimat a) transformasi primer sebab gagasan pertama
menempati posisi depan (bagian depan/kontur depan). Sedangkan gagasan kedua
menempati posisi belakang. Pembentukan kalimat transformasi aposisi ini
menggunakan tiga gagasan yang berbeda dan dideskripsikan berurutan.
Transformasi aposisi ini dimanfaatkan pada bentuk deskripsi.
Karangan diskripsi mengandalkan keahlian penulis dalam membuat bentuk-bentuk
kalimat transformasi aposisi.
Contoh
kalimat:
a.
Pemuda ini sering mengantar aku sampai ke kos.
b.
Pemuda ini sering membiri ucapan selamt ulang tahun kepadaku.
c.
Pemuda ini diwisuda Agustus 2005.
Diubah
menjadi kalimat transformasi aposisi:
Menjadi a+b+c; a+c+b; b+a+c; b+c+a; c+b+a dan c+a+b. Pengembangan
penalaran penulis tampak dalam kalimat yang disusun. Kelogisan eskripsi akan
menjadi bahan pertimbangan bagi seorang penulis.
BAGIAN 6
Menulis Paragraf Efektif
Paragraf merupakan Karangan yang
pendek / singkat yang berisi sebuah pikiran dan didukung himpunan kalimat yang
saling berhubungan untuk membentuk satu gagasan.
A. Pola susunan
paragraf
Paragraf merupakan rangkaian kalimat yang tersusun dengan
pola runtunan tertentu, antara lain:
1.Pola
runtunan waktu
Pola
susunan ini biasanya dipakai untuk memerikan (mendeskripsikan) suatu peristiwa
atau prosedur membuat atau melakukan sesuatu selangkah demi selangkah. Misalnya
cara melakukan percobaan, menyelesaikan masalah, dan menggunakan suatu alat.
Pola susunan ini ditandai dengan “rambu” yang menyatakan runtunan waktu,
seperti pertama, mula-mula, lalu, kemudian, setelah itu, sambil, seraya, selanjutnya,
dsb.
2.Pola
runtunan ruang
Apabila
penulis menggunakan pola runtunan ruang secara umum, ia akan menggunakan kata
seperti di sebelah kiri, sedikit di atas, agak menjorok ke dalam, dsb. Apabila
penulis menggunakan pola ini secara pasti, maka ia dapat menyebutkan ukurannya,
misalnya sepuluh sentimeter di atasnya, menjorok ke dalam 1 m, membentuk sudut
45 derajat, dsb.
3.Pola
susunan sebab-akibat
Pola
susunan paragraf ini digunakan antara lain untuk (1) mengemukakan alasan secara
logis, (2) mendeskripsikan suatu proses, (3) menerangkan sebab bagi suatu
peristiwa atau fenomena, (4) memprakirakan peristiwa yang akan terjadi.
Beberapa rambu dalam pola susunan ini adalah jadi, karena itu, dengan demikian,
karena, mengakibatkan, akibatnya, menghasilkan, sehingga, dll.
4.Pola
susunan pembandingan
Pola ini
digunakan untuk membandingkan dua perkara atau lebih, yang di satu pihak
mempunyai kesamaan, sedangkan di pihak lain kebedaan. Pembadingan ditandai
dengan rambu seperti tetapi, apalagi, berbeda dengan, demikian pula, sedangkan,
sementara itu.
5.Pola
susunan daftar
Suatu
paragraf dapat pula memuat rincian yang diungkapkan dalam bentuk daftar.
Susunan daftar dapat berformat (berderet ke bawah) atau tidak (membaur di dalam
paragraf itu sendiri, sehingga tak terlihat jelas sebagai daftar. Baik
berformat maupun tidak, kalimat-kalimat rincian perlu seiring dan berhubungan
secara mulus dengan kalimat induknya.
6.Pola
susunan contoh
Banyak
gagasan yang memerlukan contoh, sehingga kalimat-kalimat rinciannya
mengemukakan contoh-contoh, yang adakalanya diawali dengan kata misalnya atau
contohnya, tetapi adakalanya tidak.
7.Pola
susunan bergambar
Terdapat
pernyataan yang dilengkapi dengan gambar (bagan, tabel, grafik, diagram, dsb.)
untuk memperjelas maksud pernyataan tertulisnya.Dalam kaitan itu perlu
dicantumkan penunjukan kepada gambar bersangkutan supaya pembaca mengetahui
gambar yang harus dilihatnya.
B. Perpautan
antar kalimat
Paragraf
yang baik memiliki kesetalian atau keterpautan, yang mengikat pernyataan di
dalamnya menurut runtunan yang logis. Ada beberapa cara yang dapat dipakai
untuk memperpautkan kalimat agar diperoleh paragraf yang setali, antara lain
sebagai berikut:
1. Mengulang kata dari kalimat yang satu pada kalimat berikutnya, misalnya obyek pada kalimat pertama menjadi subyek pada kalimat kedua , menggabung dua kalimat atau lebih menjadi sebuah kalimat majemuk.
1. Mengulang kata dari kalimat yang satu pada kalimat berikutnya, misalnya obyek pada kalimat pertama menjadi subyek pada kalimat kedua , menggabung dua kalimat atau lebih menjadi sebuah kalimat majemuk.
2. Menggunakan perangkai (jadi, contohnya, seperti, sebagai gambaran,
selain itu, kedua, lagi pula, selanjutnya, juga, akhirnya, di satu pihak,
dipihak lain, sebaliknya, sekalipun begitu, tetapi, oleh karena itu,
kesimpulannya, dengan demikian, dengan kata lain, dsb.;
3. Menggunakan pokok kalimat yang tetap dalam seluruh paragraf dengan
kata yang sama, dengan sinonim, atau dengan kata ganti;
4.
Menggunakan bangun perkalimatan yang seiring.
LATIHAN!
1. Tuliskan contoh kalimat perpautan
antar kalimat
2. Buatlah paragraph efektif dengan pola
susunan paragraph yang ada
BAGIAN 7
Jenis-Jenis Paragraf
Dalam
paragraf terdapat beberapa jenis,yaitu :
A. Paragraf Lantas (Langsung)
Paragraf dimulai dengan pernyataan tentang pokok bahasan
(kalimat topik), sehingga paragraf menyampaikan informasi secara lugas kepada
pembaca. Kalimat-kalimat berikutnya merupakan rincian untuk memperjelas paparan
atau memperkuat argumentasi terhadap pokok bahasan (deduktif).
B.
Paragraf rampat
Pokok bahasan pada paragraf rampat terdapat pada bagian
akhir setelah didahului dengan serangkaian rincian. Paragraf rampat mengajak
pembaca secara induktif menarik kesimpulan berdasarkan fakta atau pendapat yang
diketengahkan sebelumnya.
C.
Paragraf rincian
Jenis paragraf ini tidak mempunyai pernyataan pokok bahasan,
tetapi seluruhnya terdiri atas pernyataan rincian. Biasanya paragraf jenis ini
tidak berdiri sendiri, melainkan sebagai lanjutan dari paragraf sebelumnya yang
memiliki pokok bahasan.
D.
Paragraf tanya
Paragraf tanya dibuka dengan pertanyaan, yang menunjuk
kepada pokok bahasan yang akan dipaparkan, atau sebagai peralihan dari gagasan
yang satu kepada yang berikutnya. Pertanyaan diajukan untuk membangkitkan
keingintahuan pembaca. Selanjutnya pertanyaan itu dijawab sendiri oleh penulis
melalui rincian-rincian berikutnya.
BAGIAN 8
Perpautan Antar Paragraf
Dalam pada itu
pengarang menggunakan unsur perangkai yang memperpautkan paragraf yang satu
kepada yang berikutnya. Perangkai tersebut dapat berupa kata yang diulang, kata
rangkai, sebuah kalimat, atau bahkan sebuah paragraf.
A.
Pengulangan kata sebagai perangkai
Mengulang kata atau pokok karangan dari paragraf yang satu
pada paragraf berikutnya merupakan cara yang baik untuk memperpautkan berbagai
paragraf dalam sebuah karangan. Ketika pembaca beralih membaca dari paragraf
yang satu kepada paragaraf berikutnya, ia diingatkan oleh kata yang diulang itu
kepada perkara yang dibacanya pada paragraf terdahulu. Dengan demikian gagasan
pada paragraf yang sedang dibacanya tidak terlepas dari gagasan yang
mendahuluinya.
B. Kata rangkai
Cara lain untuk memperpautkan sebuah paragraf pada paragraf
yang mendahuluinya ialah dengan menggunakan kata atau gugus kata rangkai pada
awal kalimat pertamanya. Kata atau gugus kata rangkai yang sering dipakai untuk
memperpautkan paragraf, misalnya, anehnya, sementara itu, sebaliknya, namun,
sebagaimana dikatakan di muka, sehubungan dengan hal itu.
C. Kalimat sebagai perangkai
Perangkai dapat pula berupa sebuah kalimat berdiri sendiri
sebagai paragraf. Isinya dapat merupakan kesimpulan uraian sebelumnya.
D.
Paragraf sebagai perangkai
Perangkai dapat pula berupa sebuah peragraf utuh atau
pendek. Paragraf seperti itu biasanya muncul pada saat pengarang mengakhiri
satu bagian dari bahasannya, dan hendak berpindah pada bahasan yang lain. Cara
menggunakannya dapat bermacam-macam. Paragraf dapat berupa ringkasan perkara
yang dibahas sebelumnya, satu atau beberapa contoh mengenai masalah yang telah
dibahas, atau dapat pula memperkenalkan bahasan selanjutnya.
BAGIAN 9
Menulis Paragraf Efektif
1. Contoh-contoh pengembangan paragraf secara
horisontal :
Secara deduktif yang merupakan cara berpikir dari hal yang
umum menuju ke hal
yang khusus :
yang khusus :
Teknologi nirkabel memberi peluang bagi pengguna untuk
mengakses Internet dari perangkat bergerak seperti laptop, PDA dan ponsel.
Perangkat-perangkat bergerak tersebut telah dilengkapi dengan fitur-fitur
khusus seperti kapasitas memori lebih besar dan didukung layanan akses cepat
seperti HSDPA bagi ponsel 3G.
Secara induktif yang merupakan cara berpikir dari hal khusus
menuju ke hal yang umum:
CRM tipe operasional adalah layanan pelanggan secara
langsung atau tidak. Tipe lain adalah tipe analitik memberikan informasi sesuai
dengan kebutuhan pelanggan, dan tipe kolaborasi memberi kesempatan pelanggan
untuk member kontribusi pada layanan. Ketiga tipe tersebut menekankan pada
layanan kepada pelanggan yang berpusat pada pelanggan. Itulah salah satu hal dari
konsep CRM. memulai dengan pendapat orang lain atau pendapat pribadi.
Menurut Kent Beck, extreme programming(XP)merupakan model proses yang mempercepat proses rekayasa perangkat lunak. XP memungkinkan pengujian modul dan pengkodean dilakukan bersama. membandingkan, menyamakan, atau mempertentangkan:
Menurut Kent Beck, extreme programming(XP)merupakan model proses yang mempercepat proses rekayasa perangkat lunak. XP memungkinkan pengujian modul dan pengkodean dilakukan bersama. membandingkan, menyamakan, atau mempertentangkan:
Berbeda
dengan model proses spiral, model proses waterfall tidak mementingkan analisis
resiko dalam proses rekayasa perangkat lunak. Selain itu, kemungkinan proyek
dihentikan dalam proses dapat terjadi dalam model proses spiral tetapi tidak
pada model proses waterfall.
membuat pembatasan atau definisi :
membuat pembatasan atau definisi :
Perangkat
lunak skala kecil adalah perangkat lunak dengan jumlah baris perintah maksimal
300.000 baris. Jumlah kebutuhan yang dipenuhidalam skala ini juga tidak
memiliki batasan pasti
karena disesuaikan dengan kebutuhan kasus.
karena disesuaikan dengan kebutuhan kasus.
memberi
ilustrasi atau contoh :
Proyek
rekayasa perangkat lunak yang menggunakan model proses spiral adalah proyek
yang memiliki resiko tinggi.Proyek dengan resiko tinggi mempengaruhi kehidupan
manusia seperti misalnya perangkat lunak berkaitan dengan alatalat kesehatan,
atau keselamatan kerja.
2.
Contoh-contoh paragraf yang dikembangkan secara vertikal :
a.Pergantian gagasan :
Seperti
telah diuraikan di atas. . . .
Sehubungan
dengan penjelasan di atas . . . .
b.Penjelasan teori atau pandangan lain :
Menurut
pendapat . . . . .
Berkaitan
dengan pandangan . . . . maka .. . .
c.Untuk menjelaskan argumen :
Menurut
hemat penulis, komunikasi data dapat dilakukan tanpa . . .
Hal
yang perlu dipertimbangkan jika menggunakan modem internal . . . .
d.Penjelasan tempat :
Hal
yang telah dipaparkan di atas terdapat pula pada . . . .
BAGIAN 10
Menulis Karya Ilmiah (Karangan Ilmiah)
A. Pengertian karya tulis ilmiah
Secara umum, suatu karya ilmiah dapat diartikan
sebagai suatu hasil karya yang dipandang memiliki kadar ilmiah tertentu serta
dapat dipertanggungjawabkan dalam bentuk karangan atau tulisan ilmiah, dapat
pula disampaikan secara lisan dalam bentuk pidato atau orasi ilmiah, dan dapat
melalui suatu bentuk demonstrasi.
Tujuan penulisan karya ilmiah adalah menyampaikan
seperangkat keterangan, informasi, dan pikiran secara tegas, ringkas, dan jelas
(ABC = accurate, brief, clear).
Karya tulis ilmiah dikemukakan berdasarkan pemikiran,
kesimpulan, serta pendapat/pendirian penulis yang dirumuskan setelah
mengumpulkan dan mengolah berbagai informasi sebanyak-banyaknya dari berbagai
sumber, baik teoretik maupun empirik. Karya ilmiah senantiasa bertolak dari
kebenaran ilmiah dalam bidang ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan
permasalahan yang disajikan. Titik tolak ini merupakan sumber kerangka berpikir
(paradigma, meminjam istilah Thomas Kuhn), dalam mengumpulkan
informasi-informasi secara empirik.
Karya ilmiah tertulis (karangan ilmiah) dapat berbentuk
artikel lmiah populer (esai, opini), usulan penelitian, dan laporan penelitian.
Dalam bentuk khusus yang bersifat akademik, karangan ilmiah dapat berupa
makalah, skripsi, tesis, dan disertasi, yang masing-masing digunakan sebagai
salah satu persyaratan untuk mencapai gelar sarjana (S1), magister (S2), dan
doktor (S3).
Isi suatu karya ilmiah dapat berupa keterangan atau
informasi yang bersifat faktual (mengemukakan fakta), hipotesis
(dugaan-dugaan), konklusif (mengemukakan kesimpulan), dan implementatif
(mengemukakan rekomendasi atau saran-saran serta solusi). Suatu karya ilmiah
yang lebih komprehensif akan mengandung semua jenis keterangan atau informasi
tersebut.
B.
Menulis Karangan Ilmiah
Karangan ilmiah mempunyai ciri sebagai berikut :
1.
Fakta yang disajikan bersifat objektif;
2.
Penyajiannya disusun secara logis dan sistematis
3.
Bahasa yang digunakan adalah ragam bahasa baku.
C.
Ketentuan umum yang harus diperhatikan dalam pembuatan karangan ilmiah:
1.
Kertas yang digunakan untuk mengetik karangan adalah kertas HVS berukuran
kuarto (21,5
x 28 cm). Untuk kulitnya, digunakan kertas yang agak tebal.
2.
Pengetikan menggunakan huruf tegak dan jelas (misalnya, Times New Roman) dengan
ukuran 12.
3.
Menggunakan tinta berwarna hitam.
4.
Batas-batas pengetikan:
a pias atas 4 cm;
b pias bawah 3 cm;
c pias kiri 4 cm; dan
d pias kanan 3 cm.
5.
sistematika karya ilmiah menggunakan sistematika secara umum
D.
Sistematika Karya Ilmiah
1. Bagian Pembuka
a.
Kulit Luar/Kover
Halaman ini memuat 1) Judul karangan ilmiah lengkap dengan
anak judul (jika ada) 2) Keperluan Penyusunan 3) Nama Penyusun 4) logo lembaga
pendidikan 5) Nama Lembaga Pendidikan 6) Nama Kota 7) Tahun Penyusunan
b.
Halaman persetujuan
Halaman persetujuan ini memuat 1) judul karya ilmiah, 2)
nama siswa yang menyusun karya ilmiah beserta nomor induk siswa, 3) tanda
tangan dan nama terang pembimbing, dan 4) kata persetujuan.
c.
Halaman Pengesahan
Halaman ini memuat bukti pengesahan administratif dan
akademik oleh kepala sekolah. Halaman ini memuat 1) judul karya ilmiah, 2) nama
siswa yang menyiapkan karya ilmiah, 3) kalimat pengesahan beserta tanggal,
bulan, dan tahun, 4) tanda tangan dan nama terang guru pembimbing dan kepala
sekolah serta cap stempel.
d.
Abstrak
Abstrak disusun dengan komponen-komponen sebagai berikut: 1)
nama siswa, ditulis dari belakang (seperti penulisan nama pengarang pada daftar
pustaka) apabila terdiri dari dua bagian nama atau lebih, 2) tahun pembuatan,
3) judul karya ilmiah (dalam tanda petik, huruf kapital hanya pada awal setiap
kata), 4) kata Karya Ilmiah ditulis miring, 5) nama kota, 6) nama sekolah, 7)
kata ABSTRAK. Penulisan isi abstrak tersebut dituangkan dalam tiga paragraf dengan
spasi tunggal. Paragraf pertama berisi uraian singkat mengenai latar belakang
masalah dan tujuan penelitian. Paragraf kedua berisi metode penelitian,
mencakup populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian,
dan teknik analisis data. Paragraf ketiga berisi hasil penelitian dan
pembahasan.
e.
Kata Pengantar
Kata pengantar dibuat untuk memberikan gambaran umum kepada
pembaca tentang penulisan karangan ilmiah. Kata pengantar hendaknya singkat
tapi jelas. Yang dicantumkan dalam kata pengantar adalah (1) puji syukur kepada
Tuhan, (2) keterangan dalam rangka apa karya dibuat, (3) kesulitan/ hambatan
yang dihadapi, (4) ucapan terima kasih kepada pihak yang membantu tersusunnya
karangan ilmiah, (5) harapanpenulis, (6) tempat, tanggal, tahun, dan nama
penyusun karangan ilmiah
f.
Daftar isi
Daftar isi ini memuat secara rinci isi keseluruhan karya
ilmiah beserta letak nomor halamannya, mulai dari halaman judul sampai dengan
lampiran. Komponen isi karya ilmiah ini dicantumkan dalam daftar isi antara
lain meliputi judul-judul bab dan subbab. Penulisan daftar isi harus
mempertahankan konsistensi dalam pencantuman komponen-komponen itu.
g.
Daftar Tabel,gambar, grafik, bagan/skema, singkatan/lambang (jika ada)
Daftar tabel, gambar, , grafik, bagan/skema,
singkatan/lambang berisi nomor urut halaman tempat tabel, gambar, , grafik,
bagan/skema, singkatan/lambang tersebut disajikan. Tiap-tiap jenis
dikelompokkan dan diberi nomor urut tersendiri. Tajuk Daftar Tabel, gambar, ,
grafik, bagan/skema, singkatan/lambang dituliskan dengan huruf kapital semua
dan terletak di tengah.
2. Bagian Inti Karangan
a.
Bab Pendahuluan
1)
Latar Belakang Masalah.
Bagian ini memuat alasan penulis mengambil judul itu dan
manfaat praktis yang dapat diambil dari karangan ilmiah tersebut. Alasan-alasan
ini dituangkan dalam paragraf-paragraf yang dimulai dari hal yang bersifat umum
sampai yang bersifat khusus.
2)
Rumusan masalah.
Permasalahan yang timbul akan dibahas dalam bagian
pembahasan, dan ini ada kaitannya dengan latar belakang masalah yang sudah
dibahas sebelumnya. Permasalahan ini dirumuskan dalam kalimat-kalimat
pertanyaan.
3)
Ruang Lingkup.
Ruang lingkup ini menjelaskan pembatasan masalah yang
dibahas. Pembatasan masalah hendaknya terinci dan istilah istilah yang
berhubungan dirumuskan secara tepat. Rumusan ruang lingkup harus sesuai dengan
tujuan pembahasan.
4)
Tujuan.
Bagian ini mencantumkan garis besar tujuan pembahasan dengan
jelas dan tujuan ini ada kaitannya dengan rumusan masalah dan relevansinya
dengan judul. Tujuan boleh lebih dari satu.
5)
Landasan Teori.
Landasan teori berisi prinsip-prinsip teori yang
mempengaruhi dalam pembahasan. Teori ini juga berguna untuk membantu gambaran
langkah kerja sehingga membantu penulis dalam membahas masalah yang sedang
diteliti.
6)
Hipotesis.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, hipotesis adalah
sesuatu yang dianggap benar untuk alasan atau pengutaraan pendapat (teori,
proposisi, dsb) meskipun kebenarannya masih harus dibuktikan dengan demikian
hipotesis merupakan kesimpulan/perkiraan yang dirumuskan dan untuk sementara
diterima, serta masih harus dibuktikan kebenarannya dengan data-data otentik
yang ada, pada bab-bab berikutnya. Hipotesis harus dirumuskan secara jelas dan
sederhana, serta cukup mencakup masalah yang dibahas.
7)
Sumber data atau kajian pustaka.
Sumber data atau kajian pustaka yang digunakan penulis
karangan ilmiah biasanya adalah kepustakaan, tempat kejadian peristiwa (hasil
observasi), interview, seminar, diskusi, dan sebagainya.
8)
Metode dan teknik.
Metode Pengumpulan Data, metode pengumpulan data adalah cara
mencari data bagi suatu penulisan, ada yang secara deduktif dan atau induktif.
Mencari data dapat dilakukan dengan cara studi pustaka, penelitian lapangan,
wawancara, seminar, diskusi, dan lain sebagainya. Teknik Penelitian adalah
penjabaran metode penelitian, sistem atau metode penelitian dengan meneliti
langsung objeknya, teknik penelitian yang dapat digunakan ialah teknik
wawancara, angket, daftar kuesioner, dan observasi. Semua ini disesuaikan
dengan masalah yang dibahas
b.
Bab Analisis atau Bab Pembahasan
Bab ini merupakan bagian pokok dari sebuah karangan
ilmiah,yaitu masalah-masalah akan dibahas secara terperinci dan sistematis.
Jika bab pembahasan cukup besar, penulisan dapat dijadikan dalam beberapa anak
bab.
c.
Bab Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisi kesimpulan yang telah diperoleh dari
penelitian yang telah dilakukan. Kesimpulan adalah gambaran umum seluruh
analisis dan relevansinya dengan hipotesis yang sudah dikemukakan.
Yang dimaksudkan dengan saran adalah saran penulis tentang
metode penelitian lanjutan, penerapan hasil penelitian, atau beberapa saran
yang ada relevansinya dengan hambatan yang dialami selama penelitian.
3. Bagian Penutup
a.
Daftar Pustaka
Tajuk daftar pustaka dituliskan dengan huruf kapital semua
tanpa diberi tanda baca dan dituliskan di tengah-tengah. Dalam daftar pustaka
dicantumkan semua kepustakaan, baik yang dijadikan acuan penyusunan karangan
maupun yang dijadikan bahan bacaan, termasuk artikel, makalah, skripsi,
disertasi, buku, dan lain-lain.
Semua acuan dalam daftar pustaka disusun menurut abjad nama
pengarang atau lembaga yang menerbitkan. Jadi, daftar pustaka tidak diberi
nomor urut. Jika tanpa nama pengarang atau lembaga, yang menjadi dasar urutan
adalah judul pustaka.
Contoh penulisan
daftar pustaka:
Eneste,
Panusuk. 1983. Mempertimbangkan Tradisi. Jakarta: Gramedia.
Untuk majalah atau jurnal mengikuti sistematika sebagai
berikut: nama penulis, tahun terbit, judul tulisan, nama majalah/jurnal dengan
singkatan resminya, nomor penerbitan dan halaman.
b. Penulisan Lampiran (jika diperlukan)
b. Penulisan Lampiran (jika diperlukan)
c.
Penulisan Indeks (jika diper lukan)
E.
Langkah- langkah Mengarang
1.
Tentukanlah topic
Topik adalah pokok pembicaraan. Dalam pemilihan topik,
seorang penulis harus mempertimbangkan hal-hal berikut:
a.
Topik harus betul-betul dikuasai dan dekat dengan kehidupan.
b.
Topik harus menarik perhatian.
c.
Topik harus spesifik atau terpusat pada satu permasalahan yang sempit dan
terbatas.
d.
Topik harus memiliki data atau fakta yang objektif.
e.
Topik harus diketahui prinsip-prinsip ilmiahnya.
f.
Topik harus memiliki sumber acuan atau kepustakaan.
2.
Rumuskan judul karangan
Berdasarkan topik yang ditetapkan, dapat dirumuskan
judulkarangan. Judul adalah kepala karangan. Syarat judul yang baik sebagai
berikut.
a.
Judul relevan dengan isi karangan.
b.
Judul dirumuskan secara singkat dan jelas.
c.
Judul dapat menarik perhatian.
3.
Buatlah kerangka karangan
Berdasarkan topik tersebut, catatlah hal-hal yang akan
ditulis berdasarkan topik yang kamu pilih! Setelah mencatat hal-hal penting
yang akan kamu tulis, buatlah kerangka karangannya. Urutkan dari hal-hal yang
umum ke hal yang khusus. Hal ini disebut pola pengembangan deduksi. Kamu dapat
juga mengurutkan dari hal-hal yang khusus ke hal-hal yang umum. Hal ini disebut
pengembangan induksi. Selanjutnya buat kerangka karangan dengan mengikuti
langkah berikut:
a.Tuliskanlah
topik-topik umum dan topik-topik bawahan (rincian) secara rinci.
b.
Evaluasilah topik-topik yang dituliskan berdasarkan relevansi dan kedudukannya.
Yang tidak relevan atau tidak ada hubungannya dengan topik dibuang, kemudian
dari judul dan anak judul terpilih urutkan berdasarkan pola pengembangan
serta kedudukannya, mana yang harus disajikan lebih dulu dan mana yang
berikutnya.
c.
Susunlah kerangka karangan dengan pola deduksi atau induksi. Jika pola
pengembangan karangan yang dipilih pola deduksi, maka topik-topik yang
dipilih harus diurutkan dari hal yang umum ke hal-hal yang khusus.
Sebaliknya, jika pola pengembangan yang dipilih pola induksi, maka topik-topik
dipilih diurutkan dari yang khusus ke yang umum.
4.
Kumpulkan data karangan
Setelah kerangka karangan disusun, kumpulkan data dengan
cara sebagai berikut.
a. Mencari keteorangan dari bahan kepustakaan.
a. Mencari keteorangan dari bahan kepustakaan.
b.
Mencari keteorangan dari pihak-pihak yang mengetahui permasalahan.
c.
Mengamati langsung objek yang ditulis.
d.
Mengadakan percbaan atau pengujian di lapangan atau labratrium.
Informasi yang dicari harus relevan dengan topik yang
ditulis. Catat isi yang dikutip dan sumber yang dirujuknya. Yang perlu dicatat
yakni nama pengarang, judul buku, tahun terbit, kta terbit, penerbit, dan
halaman letak informasi tersebut diambil. Selain itu data atau fakta yang
ditemukan di lapangan juga dicatat. Data di lapangan dapat dikumpulkan melalui
pengamatan, wawancara, penyebaran angket, atau eksperimen.
5.
Membuat karangan utuh
Setelah semua bahan yang dibutuhkan sudah lengkap,
kembangkanlah kerangka karangan yang sudah disusun dengan pola yang dipilih,
deduksi atau induksi! Pengembangan kerangka karangan menjadi sebuah karangan
perlu memerhatikan penyajian karangan; pengembangan paragraf; dan pemakaian
bahasa.
Pengembangan setiap judul dan sub-subjudul harus uraian yang
sesuai dengan judul atau subjudul yang dikembangkan. Jika ada gambar, bagan,
tabel atau grafik, maka sebelum dan sesudah bagan/grafik/tabel/ gambar
hendaknya ada uraian yang mengantarkan atau menjelaskan.
Pemaparan tersebut hendaknya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Tahap pengembangan karangan secara umum sebagai berikut :
Pemaparan tersebut hendaknya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Tahap pengembangan karangan secara umum sebagai berikut :
a.
Pengelompokan bahan, yakni bagian mana yang didahulukan dan bagian mana yang
mengikutinya.
b. Pengonsepan, yakni tahap pengembangan kerangka karangan menjadi karangan.
c. Pengecekan kembali naskah, yakni lengkapi kekurangan dan buang yang tidak relevan. Atau buang pembahasan yang tumpang tindih atau berulang-ulang.
b. Pengonsepan, yakni tahap pengembangan kerangka karangan menjadi karangan.
c. Pengecekan kembali naskah, yakni lengkapi kekurangan dan buang yang tidak relevan. Atau buang pembahasan yang tumpang tindih atau berulang-ulang.
Penyuntingan berdasarkan pemakaian bahasa, yakni perbaiki
ejaan yang salah, perbaiki kalimat yang tidak efektif, perbaiki pemakaian kata
yang tidak baku, dan perbaiki paragraf yang pengembangannya kurang baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar