BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Alergi merupakan
suatu reaksi abnormal yang terjadi di tubuh akibat masuknya suatu zat
asing. Zat asing yang dinamakan alergen
tersebut masuk ke dalam tubuh melalui saluran nafas (inhalan) seperti debu,
tungau, serbuk bunga, dan debu. Alergen juga dapat masuk melalui saluran
percernaan (ingestan) seperti susu, telur, kacang-kacangan dan seafood.
Di samping itu juga dikenal alergen kontaktan yang menempel pada kulit seperti
komestik dan perhiasan. Saat alergen masuk ke dalam tubuh, sistem imunitas atau
kekebalan tubuh bereaksi secara berlebihan dengan membuat antibodi yang disebut
Imunoglobulin E. Imunoglobulin E tersebut kemudian menempel pada sel mast.
Sering kali kita
mengalami alergi, misal alergi kulit yang menjadi merah, gatal dan bengkak sampai alergi
yang membuat sesak nafas. Ketika jari
kita tertusuk jarum atau kita terluka,
kita langsung merasakan sakit atau
nyeri. Nyeri ini terasa juga saat kita sakit gigi atau penyebab-penyebab lain.
Penyebab demikian adanya senyawa/zat dalam tubuh kita (senyawa endogen) yang disebut dengan autokoid. Autokoid adalah zat yang dihasilkan oleh sel
tertentu dalam tubuh yang dapat
menimbulkan suatu efek fisiologis baik dalam keadaan normal maupun
patologik. Adapun jenis-jenis autokoid antara lain Histamin dan serotonin.
Histamin adalah senyawa
yang terlibat dalam respon imunitas lokal, selain itu senyawa ini juga
berperan sebagai neurotransmitter di susunan saraf pusat dan mengatur fungsi fisiologis di
lambung. Sebenarnya histamin sendiri terdapat di hampir semua jaringan tubuh
manusia dalam jumlah kecil .
Konsentrasi terbesar terdapat di kulit,, paru-paru dan mukosa
gastrointestinal. Histamin dibentuk oleh histidin dengan
bantuan enzim histidine decarboxylase (HDC). Selanjutnya histamin yang
terbentuk akan diinaktivasi dan disimpan dalam granul mast cell dan
basofil (sel darah putih). Sesungguhnya pemakaian obat antihistamin hanya menghilangkan
gejala alergi dan menghindari serangan yang lebih besar di masa mendatang,
tidak menyembuhkan alergi. Jika penderita kontak lagi dengan alergen, maka
alergi akan muncul kembali. Oleh karena itu, yang terbaik untuk mengatasi
alergi adalah dengan menghindari kontak dengan alergen, menjaga kebersihan diri
dan lingkungan, meningkatkan sistem kekebalan tubuh serta menjauhi stress. Efek
samping dari antihistamin secara umum adalah mengantuk, mulut kering, gangguan
saluran cerna, gangguan urin dan terkadang iritasi. Banyak sekali obat yang
dapat meyebabkan efek mengantuk karena obat tersebut menekan susunan saraf
pusat. Maka sering kita melihat pada kemasan obat bahwa kita dilarang
mengendalikan kendaraan setelah minum obat tersebut.
Sedangkan serotonin adalah Sebuah vasokonstriktor ,
dibebaskan oleh trombosit darah , yang menghambat sekresi lambung dan
merangsang otot polos , hadir dalam konsentrasi yang relatif tinggi di beberapa
daerah dari sistem saraf pusat ( hipotalamus , ganglia basal ) , dan terjadi di
banyak jaringan perifer dan sel-sel dan tumor karsinoid . Sekitar
80 persen dari total serotonin
tubuh manusia terletak di sel enterochromaffin dalam usus, di mana ia digunakan untuk mengatur gerakan usus. Sisanya disintesis di neuron serotonergik
di SSP di mana ia
memiliki berbagai fungsi, termasuk
regulasi suasana hati, nafsu
makan, tidur, kontraksi otot,
dan beberapa fungsi kognitif termasuk memori dan belajar, dan dalam trombosit darah di mana ia membantu untuk mengatur hemostasis dan darah pembekuan.
Serotonin
juga berkontribusi dalam pertumbuhan beberapa jenis sel
yang turut berperan dalam penyembuhan luka. Diantara semua fungsi itu, fungsi utama serotonin adalah sebagai neurotransmitter pada susunan saraf pusat di otak. Bila tingkat serotonin di otak berubah,
perilaku seseorang juga akan berubah. Konsep
ini akan menjadi salah satu dasar ditemukannya berbagai obat yang saat ini
sering dikonsumsi seperti parasetamol, aspirin, sampai morfin.
Dari latar belakang
tersebut makalah kami mengangkat pembahasan tentang histamin dan serotonin
serta anti alergi dan anti serotonin.
B.
Rumusan
masalah
Dari latar belakang diatas maka ditarik
rumusan masalah yang akan dibahas didalam makalah ini adalah:
1. Apa
pengertian dari histamin dan anti alergi ?
2. Apa
pengertian dari serotonin dan anti serotonin ?
3. Bagaimana
efek dari histamin dan serotonin ?
4. Bagaimana
reseptor dan obat histamin ?
5. Bagaimana
kerja serotonin ditubuh ?
C. Manfaat Penulisan
Dengan selesainya
penulisan makalah ini penulis mempunyai harapan pada masa yang akan
datang semoga makalah ini mudah – mudahan bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan tentang Histamin dan serotonin, menambah wawasan tentang anti alergi dan anti serotonin serta penerapannya didalam keperawatan.
D.
Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan umum yang hendak dicapai oleh penulis adalah untuk
mengetahui kewaspadaan universal.
Sedangkan tujuan khusus yaitu :
1. Mengetahui
tentang Histamin
2. Mengetahui
tentang serotonin
3. Mengetahui
tentang anti alergi dan anti histamin
4. Mengetahui
penerapan histamin dan serotonin di
dalam keperawatan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Histamin
Histamin
adalah zat kimia yang terdapat secara alami dalam jaringan tubuh yang dengan
dosis kecil dan memiliki kerja yang nyata dan bergam pada otot, kapiler darah
serta sekresi lambung. (Sue Hinchliff, Kamus
keperawatan edisi 17 , hal. 209).
Ada juga
menyebutkan Histamin adalah amina
biogenik terlibat dalam respon imun lokal serta mengatur fungsi fisiologis di
usus dan bertindak sebagai neurotransmiter.
Histamin sendiri merupakan senyawa yang
terlibat dalam respon imunitas lokal, selain itu senyawa ini juga berperan sebagai
neurotransmitter di susunan saraf pusat dan mengatur fungsi fisiologis di
lambung.
Ada juga berpendapat Histamin merupakan
mediator kimia turunan asam amino histidin, banyak terdapat di paru-paru, kulit
dan saluran cerna. Zat ini disekresikan saat terjadi luka, saat alergi yang
dipengaruhi antibody IgE atau tanpa IgE. Efek yang ditimbulkan antara lain
dilatasi (pelebaran) pembuluh darah, tekanan darah turun, meningkatnya
permeabilitas kapiler, efek gatal, konstriksi bronkus dan peningkatan asam
lambung.
Histamin berperan terhadap berbagai
proses fisiologis yaitu mediator kimia yang dikeluarkan pada alergi seperti
asma, urtikaria dan anafilaksis. Penderita yang sensitif terhadap histamin atau
yang mudah terkena alergi karena jumlah enzim yang dapat merusak histamin
ditubuh lebih rendah dari normal. Histamin dibentuk oleh
histidin dengan bantuan enzim histidine
decarboxylase (HDC). Selanjutnya histamin yang terbentuk akan
diinaktivasi dan disimpan dalam granul mast cell dan
basofil (sel darah putih).
B.
Pelepasan,
Efek, Reseptor dan Fungsi Histamin
Pelepasan histamin sendiri ada 2 macam yaitu :
1. Antigen-mediated
histamine release
Histamin dilepaskan karena terdapat
interaksi antara antibodi dengan antigen. Hal ini mengakibatkan degranulasi
dari mass cell dan basophil. Proses ini dimulai dari adanya alergen /
antigen yang ditangkap oleh makrofag (salah satu antigen presenting cell / APC).
Lalu timbul sinyal di MHC II (Major Histocompatibility complex) yg
terdapat di permukaan APC yang dibawa ke limfosit T terutama T helper. Limfosit
akan mengenali dan memerintahkan sel B (limfosit B) untuk menghasilkan IgE. IgE
ketemu mast cell dan menempel disana. Kalau terjadi kemasukan alergen
lagi antigen tersebut yangg akan lewat jalur kaya tapi langsung mengikat IgE
yang sudah menempel di mast cell terjadi pelepasan histamin.
2. Non-antigen-mediated
histamine release
Selain dilepaskan karena adanya respon
imunologis, histamin juga dapat
dilepaskan karena obat, racun, atau senyawa lain yang dapat mengganggu
bahkan merusak dinding sel dan memancing pelepasan histamin. Atau bisa juga
diakibatkan suhu atau rangsangan mekanis lain.
Sedangkan Efek Histamin yaitu :
Konsentrasi
(mg/ml)
|
Biological
activities
|
0
– 1
|
-
|
1
– 2
|
Peningkatan
sekresi asam lambung
|
3
– 5
|
Tachycardia
(peningkatan denyut jantung), reaksi pada kulit
|
6
– 8
|
Penurunan
tekanan darah
|
7
– 12
|
Bronchospasm
|
>100
|
Gagal
jantung
|
Mekanisme obat dalam mengobati
alergi sebenarnya ada 2 yaitu :
1. Antagonis histamin bekerja dengan menghambat
kerja dari histamin melalui reseptor histamin. Jadi histamin udah terbentuk
namun efek farmakologisnya dihambat (dibahas di bawah sesuai reseptornya)
2.
Inhibitor pelepasan histamin bekerja dengan menstabilkan mast cell misalnya cromoglycate
sehingga histamin tidak terbentuk. Atau dengan nedocromil yang bekerja dengan
menghambat degranulasi dari mast cell.
Reseptor Histamin dan obat
antagonis histmanin meliputi :
1. Reseptor
H1
Paling banyak berperan dalam
alergi namun bisa juga vasodilatasi dan bronkokonstriksi (asma) sedangkan
lokasinya terdapat di otak, bronkus,
gastrointestinal tract, genitourinary system, sistem kardiovaskuler, adrenal
medula, sel endothelial.
Obat anti histamin H1 biasanya
berkompetisi (bersifat kompetitif) dengan histamin untuk mengikat reseptor,
untuk meringankan reaksi alergi seperti rhinitis dan urtikaria.
·
Generasi 1 : cukup baik terabsorbsi setelah
pemakaian oral. Level kadar tertinggi dalam darah biasanya 1-2 jam dengan
durasi 4-6 jam. Efek sedatif masih tinggi.
contoh: CTM, bromfeniram, prometazin,
dimenhidrinat (bisa untuk obat mabuk juga)
·
Generasi 2: cukup baik terabsorbsi setelah
pemakaian oral. Level kadar tertinggi dalam darah biasanya 1-3 jam, dengan
durasi bervariasi dari 4-24 jam. Efek sedatif minimal.
contoh: fexofenadin, loratadin,
astemizol, cetirizin
·
Generasi 3: merupakan pengembangan dari
generasi 2. Pencarian generasi ketiga ini dimaksudkan untuk memperoleh
profil antihistamin yang lebih baik dengan efikasi tinggi serta efek samping
lebih minimal.
contoh: desloratadin dan
levocetirizin
Semakin tinggi generasinya durasi
aksinya makin panjang dengan efek sedatif (ngantuk) semakin minimal. Efek
samping obat antagonis H1 selain sedatif (menimbulkan ngantuk) juga atropine-like reactions contohnya
mulut kering dan konstipasi.
2. Reseptor H2
Berlokasi di sel parietal lambung
yang berperan dalam sekresi asam lambung Cara kerjanya adalah dengan mengikat
reseptor H2 pada membran sel parietal dan mencegah histamin menstimulasi
sekresi asam lambung.
Obat antagonis H2: cimetidine, ranitidine, famotidine
3. Reseptor H3
Terdapat di sistem syaraf,
mengatur produksi dan pelepasan histamin pada susunan saraf pusat. Tidak
seperti antagonis H1 yang menimbulkan efek sedatif, antagonis H3 menyebabkan
efek stimulant dan nootropic dan sedang diteliti sebagai obat Alzheimer.
Obat: Imetit, Immepip, clobenpropit, lodoproxyfan
4. Reseptor H4
Dijumpai pada sel-sel
inflammatory (eusinofil, neutrofil, mononukleosit). diduga terlibat dalam
alergi bersinergi dengan reseptor H1 Masih merupakan target baru obat anti
inflamasi alergi karena dengan penghambatan reseptor H4 maka dapat mengobati
alergi dan asma (sama dengan reseptor H1).
Reseptor histamin dan fungsi :
Jenis
|
Lokasi
|
Fungsi
|
1
H histamin reseptor
|
Ditemukan pada jaringan otot halus,
pengenduran dan sistem saraf pusat
|
Menyebabkan vasodilasi,
bronkokonstriksi, kontraksi otot halus yang berhubungan dgn cabang
tenggorokan, pemisahan sel endotel (bertanggung jawab untuk gatal-gatal),
rasa sakit dan gatal-gatal berkat sengatan serangga; reseptor utama yang
terlibat dalam gejala alergi rhinitis dan mabuk.
|
H2 histamin reseptor
|
Terletak di sel parietal
|
Terutama merangsang sekresi asam
lambung
|
H3 histamin reseptor
|
Ditemukan pada sistem saraf pusat dan
lebih rendah tingkat sistem saraf tepi jaringan
|
Menurun pembebasan neurotransmiter:
histamin asetilkolin norepinefrin, serotonin
|
Reseptor histamin4 H
|
Ditemukan terutama di Basofil dan
sumsum tulang. Juga terdapat pada Timus, usus kecil, limpa, dan usus.
|
Memainkan peran dalam chemotaksis.
|
Histamin sendiri secara umum memiliki fungsi
fisiologis yaitu:
- Sebagai
neurotransmitter
- Kontrol
neuroendokrin
- Regulasi
kardiovaskuler (terkait kemampuan vasodilatator)
- Pengaturan
suhu
- Berperan pada
sekresi asam lambung
- Berperan
dalam reaksi alergi / anafilaksis
C.
Antihistamin
Antihistamin
adalah obat yang mempunyai efek melawan histamin dengan cara menghambat
reseptor histamin khususnya reseptor H1. Efek antihistamin bukan suatu reaksi antigen antibodi karena
tidak dapat menetralkan atau mengubah efek histamin yang sudah terjadi.
Antihistamin pada umumnya tidak dapat mencegah produksi histamin. Antihistamin
bekerja terutama dengan menghambat secara bersaing interaksi histamin dengan
reseptor khas.
Antihistamin sebagai penghambat dapat
mengurangi degranulasi sel mast yang dihasilkan dari pemicuan imunologis oleh
interaksi antigen IgE. Cromolyn dan Nedocromil diduga mempunyai
efek tersebut dan digunakan pada pengobatan asma, walaupun mekanisme molekuler
yang mendasari efek tersebut belum diketahui hingga saat ini.
Berdasarkan hambatan pada reseptor khas
antihistamin dibagi menjadi tiga kelompok yaitu :
a)
Antagonis
H-1, terutama digunakan
untuk pengobatan gejala-gejalal akibat reaksi alergi
b)
Antagonis
H-2, digunakan untuk
mengurangi sekresi asam lambung pada pengobatan penderita pada tukak lambung
c)
Antagonis
H-3, sampai sekarang
belum digunakan untuk pengobatan, masih dalam penelitian lebih lanjut dan
kemungkinan berguna dalam pengaturan kardiovaskuler, pengobatan alergi dan
kelainan mental
Antagonis Reseptos H-1 generasi 1
Antagonis reseptor H-1 adalah senyawa
yang secara kompetitif menghambat histamin pada reseptor H-1 dan telah
digunakan secara klinis dalam beberapa tahun. Beberapa tersedia untuk dijual
bebas, baik sebagai tunggal maupun di dalam formulasi kombinasi seperti pil flu
dan pil untuk membantu tidur.
Antagonis H-1 sering disebut antihistamin
klasik atau antihistamin H-1. antagonis H-1 menghambat efek histamin dengan
cara antagonisme kompetitif yang reversibel pada reseptor H-1. Mereka mempunyai
kemampuan yang diabaikan pada reseptor H-2 dan kecil pada reseptor H-3,
contohnya : induksi kontraksi yang disebabkan histamin pada otot polos
bronkioler ataupun saluran cerna dapat dihambat secara lengkap oleh agen-agen
tersebut, tetapi efek pada sekresi asam lambung dan jantung tidak
termodifikasi. Antagonis H-1 dibagi menjadi agen generasi pertama dan generasi
kedua. Antagonis H-1 generasi pertama mempunyai efek sedatif yang relatif kuat,
karena agen generasi pertama lebih mempunyai sifat menghambat reseptor autonom.
Sedangkan antagonis H-1 generasi kedua kurang bersifat sedatif disebabkan
distribusinya yang tidak lengkap dalam sistem saraf pusat. Antagonis H-1
generasi pertama mempunyai banyak efek yang tidak berhubungan dengan
penghambatan terhadap efek histamin. Sejumlah besar efek tersebut diduga
dihasilkan dari kesamaan struktur umumnya dengan struktur obat yang mempunyai
efek pada kolinoseptor muskarinik, adrenoreseptor-α, serotonin dan situs
reseptor anestetika lokal. Beberapa dari efek tersebut mempunyai nilai
terapeutik dan beberapa lainnya tidak dikehendaki.
Efek yang tidak disebabkan oleh
penghambatan reseptor histamin :
1.
Efek sedasi
Efek umum dari antagonis H-1 generasi
pertama adalah efek sedasi. Tetapi intensitas efek tersebut bervariasi. Efeknya
cukup besar pada beberapa agen membuatnya sebagai bantuan tidur dan tidak cocok
digunakan di siang hari. Efek tersebut menyerupai beberapa obat antimuskarinik.
2.
Efek antimual dan antimuntah
Beberapa antagonis
H-1 generasi pertama mempunyai aktivitas mampu mencegah terjadinya motion
sickness. Contoh obatnya : Doxylamine.
3.
Kerja antikolinoreseptor
Banyak agen dari
generasi pertama mempunyai efek seperti atropin yang bermakna pada muskarinik
perifer.
4.
Kerja penghambatan adrenoreseptor
Efek penghambatan reseptor alfa dapat
dibuktikan pada beberapa antagonis H-1, namun penghambatan terhadap reseptor
beta tidak terjadi. Penghambatan terhadap reseptor alfa tersebut dapat
menyebabkan hipotensi ortostatik. Contoh obatnya adalah Promethazine.
5.
Kerja penghambatan serotonin
Efek penghambatan terhadap reseptor
serotonin dapat dibuktikan pada agen antagonis H-1 generasi pertama. Contoh
obat : Cyproheptadine.
6.
Efek parkinsonisme
Hal ini karena kemampuan agen antagonis
H-1 generasi pertama mempunyai efek antikolinergik.
Contoh obat antagonis H-1 generasi
pertama dan mekanismenya adalah :
7.
Doxylamine
Doxylamine berkompetisi dengan histamin
untuk menempati reseptor histamin 1, mengeblok kemoreseptor, mengurangi
stimulasi vestibular dan menekan fungsi labyrinthine melalui aktivitas
kolinergik pusatnya.
Antagonis Hisstamin 1 generasi 2
Pada reaksi alergi, alergen (semacam
antigen) berinteraksi dan membentuk ikatan silang dengan permukaan dari
antibodi IgE pada sel mast dan basofil. Ketika terjadi kompleks sel mast
antibodi-antigen, akan memacu terjadinya degranulasi dan pelepasan histamin
(dan mediator lainnya) dari dalam sel mast maupun basofil. Setelah
dilepaskan,histamin dapat bereaksi (menimbulkan efek) pada jaringan yang
terdapat reseptor histamin. Proses release histamin tidak terjadi secara
langsung, melainkan diawali dengan transduksi signal. Proses transduksi signal
adalah proses masuknya signal ke dalam sel sehingga membuat sel bereaksi dan
menimbulkan efek. Ketika alergen masuk pertama kali ke dalam tubuh, TH-2
limfosit akan mengeluarkan IL-4, IL-4 menghasilkan signal yang merangsang B-sel
(suatu sel limfosit) untuk menghasilkan antibodi IgE. Ketika alergen menyerang
untuk yang kedua kalinya, IgE berikatan dengan alergen dan dibawa menuju sel mast.
Pada sel mast kompleks IgE-alergen akan terikat pada reseptor Fcε (Epsilon-C
reseptor). Ikatan ini akan menghasilkan signal ke dalam sel yang akan
mengaktifkan enzim fosfolipase. Fosfolipase akan mengubah phosphatidylinositol
4,5-bisphosphate (PIP2) menjadi inositol 1,4,5-triphosphate (IP3)
yang akan memobilisasi Ca2+ dari organel penyimpan dalam sel mast.
Ca2+ merupakan second messenger bagi terjadinya kontraksi
otot atau sel. Second messenger inilah yang memacu proses degranulasi
sel mast sehingga histamin akan terlepas.
Histamin bereaksi pada reseptor H-1,
dapat menyebabkan pruritus (gatal-gatal), vasodilatasi, hipotensi, wajah
memerah, pusing, takikardia, bronkokonstriksi, menaikkan permeabilitas
vaskular, rasa sakit dan lain-lain. Histamin merupakan produk dekarboksilasi
dari asan amino histidin. Histamin terdapat dalam sel mast dan leukosit basofil
dalam bentuk tidak aktif secara biologik dan disimpan terikat dalam heparin dan
protein basa. Histamin akan dibebaskan pada reaksi hipersensitivitas pada
rusaknya sel dan akibat senyawa kimia. Antihistamin adalah obat yang mampu
mengusir histamin secara kompetitif dari reseptornya sehingga mampu meniadakan
histamin.
Reseptor H-1 disebut juga metabotropik
G-protein coupled reseptor. G-protein yang terdapat dalam reseptor H-1
menghasilkan fosfolipase dan fosfatidylinositol. Kedua senyawa inilah yang
bertindak sebagai penunjuk jalan histamine sampai ke reseptor H-1. Pelepasan
histamin dapat diinduksi oleh produksi enzim prostaglandin sintase. Sebagai
akibatnya terjadi pelepasan histamine yang berlebihan sehingga menyebabkan
vasodilatasi karena histamine menginduksi endotel vaskuler yang menghasilkan
cGMP di otot polos. cGMP inilah yang menyebabkan vasodilatasi. Efek ini dapat
dihilangkan dengan adanya antagonis histamin H-1 dimana mekanisme kerjanya
bersifat inhibitor kompetitif terhadap reseptor-reseptor histamin.
Antagonis histamin H-1 terdiri dari 3
generasi : generasi 1,generasi 2 dan generasi 3. Perbedaan antara generasi 1
dan generasi 2 terletak pada efek samping yang ditimbulkan, generasi 1
menimbulkan efek sedatif sedangkan generasi 2 pada umumnya non sedatif karena
generasi 2 pada umumnya tidak dapat menembus blood brain barrier (bersifat
lipofobik dan bulky), sehingga tidak mempengaruhi sistem saraf pusat. Selain
itu, antihistamin H-1 generasi 2 bersifat spesifik karena hanya terikat pada
reseptor H-1. Beberapa obat generasi 2 dapat menghambat pelepasan mediator
histamin oleh sel mast.
Obat antihistamin H-1 generasi 2 tidak
bisa digolongkan berdasarkan struktur kimianya karena meskipun memiliki
struktur kimia dasar yang sama, obat tersebut masih memiliki gugus fungsional
tambahan yang berbeda. Contoh : sterfenadine, aztemizole, nuratadine,
ketotifen, levokaloastin, mempunyai cincin piperidin tetapi tidak dapat
dimasukkan dalam satu golongan karena mempunyai gugus fungsional tambahan yang
berbeda.
Efek samping antagonis histamin H-1 G2 :
a. Allergic – photosensitivity, anaphylactic shock,
drug rash, dermatitis
b. Central nervous system* – somnolence / drowsiness,
headache fatigue, sedation
c. Respiratory – dry mouth, nose and
throat (cetirizine, loratadine)
d. Gastrointestin – nausea,
vomiting, abdominal distress (cetirizine, fexofenadine)
Obat-obat antagonis histamin H-1 G2 :
·
Cetirizine
(Zyrtex)
Cetirizine HCl merupakan antagonis
reseptor H-1. Nama kimianya adalah (±) –
[2-[4-[(4-chlorophenyl)phenylmethyl]-1-piperazinyl]ethoxy]acetic acid. Rumus
empirisnya adalah C12H25C4N2O3.2HCl
dan Bmnya 461,82.
Cetirizine dapat menurunkan jumlah
histamin dengan mengurangi jumlah produksi prostaglandin dan menghambat migrasi
basofil yang diinduksi oleh antigen. Indikasi : seasonal allergic rhinitis
(karena pollen, rumput). Perennial allergic rhinitis (karena debu, bulu
binatang, dan jamur). Chronic urticaria. Efek samping : anoreksia, tachycardia,
migraine, konstipasi, dehidrasi.
·
Fexofenadine
Fexofenadine HCl (paten: Allegra dan
Telfast) adalah suatu obat antihistamin yang digunakan untuk pengobatan demam
dan gejala alergi yang mirip lainnya. Obat ini merupakan obat alternatif dari
terfenadine yang memiliki kontra indikasi yang serius. Fexofenadine seperti
antagonis H1 generasi 2 dan 3 lainnya, tidak dapat melewati blood brain barrier
dan kurang menyebabkan efek sedative dibandingkan dengan obat generasi 1. kerja
dari obat ini adalah sebagai antagonis dari reseptor H1. Indikasi : seasonal
allergic rhinitis, chronic idiopathic urticaria.
Efek samping : dizziness, back pain,
cough, stomach discomfort, pain in extremity. Kontraindikasi : pada pasien
dengan hipersensitifitas dengan fexofenadine dan beberapa aksus lainnya yang
jarang terjadi menyebabkan angiodema, sesak nafas, kemerahan pada kulit dan
anafilaksis.
D.
Serotonin
Serotonin adalah neurotransmiter, zat
kimia yang digunakan untuk membawa pesan antar neuron.
Meskipun hanya sekitar 1% dari serotonin tubuh berada di otak, serotonin
memiliki efek mendalam pada fungsi otak. 99% sisanya membantu membawa pesan di
tempat lain di tubuh, seperti sumsum tulang belakang dan otot. (Kamus kesehatan)
Efek serotonin sangat kompleks dan tidak dipahami
sepenuhnya. Terlalu sedikit serotonin dapat menyebabkan depresi, dan
obat-obatan yang meningkatkan kadar serotonin otak (selective serotonin reuptake
inhibitor, atau SSRI) dapat mengurangi depresi. Namun,
obat-obatan tersebut juga dapat menyebabkan efek
samping seperti insomnia,
kecemasan dan hilangnya libido.
Serotonin merupakan
monoamine neurotransmitter. Secara biokimia serotonin merupakan derivat dari
tryptophan. Serotonin banyak ditemukan di saluran gastrointestinal (GI),
trombosit, dan dalam sistem saraf pusat. Serotonin dikenal sebagai kontributor
untuk perasaan sejahtera (bahagia), sehingga dikenal juga sebagai “hormon
kebahagiaan” meskipun serotonin bukanlah hormon. Sekitar 80 persen dari total
serotonin dalam tubuh manusia terdapat pada sel enterochromaffin di usus
yang digunakan untuk mengatur gerakan usus. Sisa yang 20 persen disintesis
dalam neuron serotonergik dalam sistem saraf pusat dimana serotonin memiliki
banyak fungsi. Fungsi tersebut daintaranya mengatur mood, nafsu makan, tidur,
serta kontraksi otot. Serotonin juga memiliki beberapa fungsi kognitif,
termasuk dalam memori (daya ingat) dan belajar.
Serotonin
disekresikan dari sel enterochromaffin yang kemudian menuju kedarah. Secara
aktif serotonin diambil oleh trombosit darah untuk kemudian disimpan .
Ketika menggumpal, trombosit akan mengeluarkan simpanan serotonin yang
berfungsi sebagai vasokonstriktor dan membantu mengatur hemostasis dan
pembekuan darah. Serotonin juga berkontribusi dalam pertumbuhan
beberapa jenis sel yang turut berperan dalam penyembuhan luka.
Diantara
semua fungsi itu, fungsi utama serotonin adalah sebagai neurotransmitter pada
susunan saraf pusat di otak. Bila tingkat serotonin di otak berubah, perilaku
seseorang juga akan berubah.
Serotonin
dengan kadar normal akan memunculkan perasaan bahagia, tetapi pada waktu tubuh
mengalami stres yang berlebihan, tubuh akan mulai menggunakan serotonin lebih
banyak untuk mengkompensasi kondisi tersebut.
Berikut
ini 13 obat yang dapat menyebabkan
kelebihan berat badan karna kadar
serotonin seperti dikutip dari MSNHealth, antara lain:
1. Paxil (paroxetine)
Selective
serotonin reuptake inhibitors (SSRI) umumnya tidak menyebabkan kenaikan berat
badan karena meningkatkan antidepresan serotonin, yang membantu seseorang
merasa kenyang. Namun, Paxil adalah pengecualian.
Paxil adalah salah satu obat yang
digunakan untuk perawatan kecemasan. Tetapi jika mengalami peningkatan berat
badan saat mengonsumsi obat tersebut maka segera berkonsultasilah dengan
dokter. Mungkin dokter dapat beralih memberikan obat SSRI yang lain.
2. Depakote (asam valproik)
Depakote
digunakan untuk mengobati gangguan bipolar dan kejang, dan mencegah migrain.
Sebuah hasil menemukan bahwa, 44 persen wanita dan 24 persen pria naik 11 pon
atau lebih saat mengonsumsi Depakote selama sekitar 1 tahun.
Obat mempengaruhi protein yang terlibat dalam nafsu makan dan metabolisme, meskipun tidak jelas mengapa tampaknya lebih mempengaruhi perempuan daripada laki-laki.
3. Prozac (Fluoxetine)
Obat mempengaruhi protein yang terlibat dalam nafsu makan dan metabolisme, meskipun tidak jelas mengapa tampaknya lebih mempengaruhi perempuan daripada laki-laki.
3. Prozac (Fluoxetine)
Meskipun
Prozac, umumnya dikaitkan dengan penurunan berat badan, tetapi dapat memiliki
efek sebaliknya dalam jangka panjang. Sebuah hasil studi menemukan bahwa,
meskipun pasien yang mengonsumsi Prozac mengalami peningkatan berat badan
dibandingkan kelompok plasebo, yaitu hingga 11 kg dalam 6 bulan pertama.
4. Remeron (Mirtazapine)
Remeron
adalah obat antidepresi yang meningkatkan serotonin dan norepinefrin, yang
terkait dengan penurunan berat badan. Namun aktivitas antihistamin obat ini
dapat berujung pada peningkatan berat badan.
5. Zyprexa (Olanzapine)
Antipsikotik
atipikal, seperti Zyprexa dan Clozaril (Clozapine), dapat menyebabkan peningkatan
berat badan. Sebuah hasil studi menemukan bahwa, 30 persen orang yang
mengonsumsi Zyprexa mengalami peningkatan berat badan sekitar 7 persen atau
lebih dari berat badan mereka dalam 18 bulan.
Obat ini,
biasa digunakan untuk skizofrenia dan gangguan bipolar, memiliki aktivitas
antihistamin kuat dan menghambat serotonin, yang dapat memicu penambahan berat
badan. Obat diabetes metformin dapat membantu menjaga peningkatan berat badan.
6. Deltasone (Prednison)
Kortikosteroid
oral, seperti Deltasone, lebih kuat daripada bentuk yang dihirup dan membawa
risiko yang lebih tinggi untuk kenaikan berat badan, terutama dengan penggunaan
jangka panjang. Sebuah survei tahun 2006 jangka panjang kortikosteroid oral
sekitar 60-80 persen pengguna telah mengalami peningkatan berat badan.
7. Thorazine (Klorpromazin)
"Ketika
Thorazine antipsikotik generasi pertama memasuki pasar pada tahun 1954, sudah
jelas bahwa dapat menyebabkan kenaikan berat badan. Thorazine, bersama dengan
Mellaril (thioridazine), memiliki aktivitas antihistamin, yang meningkatkan
nafsu makan dan penenang," kata James Roerig, profesor ilmu saraf klinis
di University of North Dakota School of Medicine and Health Sciences, di Fargo.
8. Elavil, Endep, Vanatrip (Amitriptyline)
Antidepresan
trisiklik (TCA), seperti amitriptyline, terkait dengan peningkatan berat badan
dari antidepresan lain atau obat-obatan migrain. TCA mempengaruhi
neurotransmitter yang terlibat dalam energi dan nafsu makan, seperti serotonin,
dopamin, dan asetilkolin. Tetapi aktivitas antihistamin mereka mungkin adalah
alasan untuk peningkatan berat badan.
9. Allegra (Fexofenadine dan Pseudoefedrin)
Aktivitas
antihistamin dalam obat psikiatri sering apa yang menyebabkan kenaikan berat
badan. Aktivitas antihistamin, bagaimanapun penting untuk efektivitas obat
alergi. Memblokir histamin dapat mengganggu enzim dalam otak yang membantu
mengatur konsumsi makanan.
10. Diabinese, Insulase (Klorpropamid)
Beberapa
obat diabetes tipe 2 dapat menyebabkan penurunan berat badan. Namun, obat
lainnya dapat memiliki efek sebaliknya. Obat-obatan seperti sulfonilurea,
Insulase Diabinese, Actos dan Prandin dapat merangsang produksi insulin atau
kegiatan yang menurunkan gula darah dan dapat meningkatkan nafsu makan.
11. Insulin
11. Insulin
Insulin
cenderung dapat meningkatkan berat badan. Tetapi jenis tertentu, seperti
Levemir insulin long acting, memiliki efek yang tidak terlalu ekstrim. Hasil
studi menemukan bahwa, banyak orang memperoleh hampir 11 pon rata-rata selama 3
tahun pertama setelah mengkonsumsi insulin. Sekitar setengah dari berat badan
diperkirakan terjadi dalam tiga bulan pertama.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Histamin
adalah zat kimia yang terdapat secara alami dalam jaringan tubuh yang dengan
dosis kecil dan memiliki kerja yang nyata dan bergam pada otot, kapiler darah
serta sekresi lambung. (Sue Hinchliff, Kamus
keperawatan edisi 17 , hal. 209).
Reseptor histamin dalam tubuh ada H1,H2,H3 dan H4.
H1 dalam sel-sel otot
brankhial , H2 di dalam sel lambung yang mengsekresikan asam lambung.
Serotonin merupakan produk metabolisme
triptofan dan Serotonin adalah
monoamine neurotransmitter. Secara biokimia serotonin merupakan derivat dari
tryptophan. Serotonin banyak ditemukan di saluran gastrointestinal (GI),
trombosit, dan dalam sistem saraf pusat. Serotonin dikenal sebagai kontributor
untuk perasaan sejahtera (bahagia), sehingga dikenal juga sebagai “hormon
kebahagiaan” meskipun serotonin bukanlah hormon.
Serotonin
dengan kadar normal akan memunculkan perasaan bahagia, tetapi pada waktu tubuh
mengalami stres yang berlebihan, tubuh akan mulai menggunakan serotonin lebih
banyak untuk mengkompensasi kondisi tersebut.
B.
Saran
Dengan selesai
makalah kami mengenai histamin dan serotonin ini para perawat khususnya bisa memahaminya dan
diterapkan didunia keperawatan lalu bisa juga memberikan pemahaman dengan
tenaga kesehatan. Harapan penulis makalah ini bisa bermanfaat untuk pembaca
khususnya perawat.
DAFTAR PUSTAKA
Hinchliff,
Sue. Kamus Keperawatan. Edisi 17. EGC
: Jakarta
http://www.amazine.co/2600/tips-serotonin-pengaruh-kadar-serotonin-pada-mood-kesehatan/
http://Farmakologi, Farmasi
ITB
http://www.news-medical.net/health/Histamine-Mechanism-%28Indonesian%29.aspx
Tidak ada komentar:
Posting Komentar