AKSIOLOGI
Disusun oleh :
EKO SUGANDI
IIN
FIRDAUS
IWAN
STIADY
M.ARIF
SAPUTRA
PROGRAM STUDI ILMU
KEPERAWATAN
STIKES
AL-INSYIRAH PEKANBARU
2013/2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Aksiologi merupakan
suatu kajian tentang nilai-nilai yang terkandung dalam prilaku manusia dalam
mengaktualisasikan eksistensi akal fikirannya. Pada abad ke-17 dan 18 pengaruh
rasionalisme, empirisme dan idealisme besar pengaruhnya dalam menentukan sistem
nilai. Pada abad sesudahnya prinsip ini melahirkan berbagai aliran pemikiran
seperti positivisme, marxisme dan lainnya. Aliran positivisme dikembangkan oleh
A. Comte (1798-1857) dengan tiga tahap pemikiran dalam hidup manusia, yakni
teologis, metafisis dan positif ilmiah. Sementara aliran marxisme mengejarkan
material dialektika dimana semua hal terdiri dari materi yang dikembangkan
dengan dialektika.
1.2 Rumusan Masalah
Guna untuk menyamakan persepsi antara penulis dengan
pembaca dengan demikian
akan membuat makalah ini lebih bermanfaat oleh sebab itu
penulis akan mengkhususkan
makalah ini kedalam beberapa rumusan
masalah sebagai berikut :
1.
Definisi aksiologi ilmu pengetahuan
2.
Agar mahasiswa dapat mempunyai pegangan
hidup dalam berfilsafat
3.
Untuk apa pengetahuan ilmu itu
digunakan?
4.
Bagaimana kaitan antara cara
penggunaannya dengan kaidah-kaidah moral?
1.3 Manfaat Penulisan
Dengan selesainya penulisan makalah ini
penulis mempunyai sedikit harapan pada masa yang akan datang semoga makalah ini mudah – mudahan bermanfaat sebagai berikut :
- Menambah ilmu pengetahuan penulis khususnya tentang bagaimana ilmu itu di pergunakan
- Dapat menjadi masukan bagi
penulis sendiri dan para pembaca
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pendapat Para Ahli
Aksiologi
ilmu terdiri dari nilai-nilai yang bersifat normatif dalam pemberian makna
terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana dijumpai dalam kehidupan, yang
menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan simbolik atau pun
fisik material (Koento, 2003: 13).
Jadi, aksiologi adalah teori tentang nilai.
Berikut ini dijelaskan beberapa definisi aksiologi :
a. Menurut Suriasumantri (1990:234) aksiologi
adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang di
peroleh.
b. Menurut Wibisono (dalam Surajiyo, 2009:152)
aksiologi adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur kebenaran, etika dan moral
sebagai dasar normative penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu.
c. Scheleer dan Langeveld (Wiramihardja, 2006:
155-157) memberikan definisi tentang aksiologi sebagai berikut. Scheleer
mengontraskan aksiologi dengan praxeology, yaitu suatu teori dasar tentang tindakan
tetapi lebih sering dikontraskan dengan deontology, yaitu suatu teori mengenai
tindakan baik secara moral.
d. Langeveld memberikan pendapat bahwa aksiologi
terdiri atas dua hal utama, yaitu etika dan estetika. Etika merupakan bagian
filsafat nilai dan penilaian yang membicarakan perilaku orang, sedangkan
estetika adalah bagian filsafat tentang nilai dan penilaian yang memandang
karya manusia dari sudut indah dan jelek.
e. Kattsoff (2004: 319) mendefinisikan aksiologi
sebagai ilmu pengetahuan yang menyelediki hakekat nilai yang umumnya ditinjau
dari sudut pandang kefilsafatan.
f. Menurut Bramel (dalam Amsal 2009: 163).
Aksiologi terbagi tiga bagian :
1. Moral Conduct, yaitu tindakan moral, Bidang
ini melahirkan disiplin khusus yaitu etika.
2. Estetic expression, yaitu ekspresi keindahan,
bidang ini melahirkan keindahan.
3. Socio-political life, yaitu kehidupan social
politik, yang akan melahirkan filsafat social politik.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengertian
Aksiologi
Menurut bahasa Yunani, aksiologi berasal dari
kata axios artinya nilai dan logos artinya teori atau ilmu. Menurut Kamus
Bahasa Indonesia (1995:19) aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi
kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika. Dalam
Encyclopedia of Philosophy(dalam Amsal:164) dijelaskan aksiologi disamakan
dengan value and valuation :
1. Nilai digunakan sebagai kata benda abstrak,
Dalam pengertian yang lebih sempit seperti baik, menarik dan bagus. Sedangkan
dalam pengertian yang lebih luas mencakup sebagai tambahan segala bentuk
kewajiban, kebenaran dan kesucian.
2. Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya
ketika kita berkata sebuah nilai atau nilai-nilai. Ia sering dipakai untuk
merujuk kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya atau nilai dia.
3. Nilai juga dipakai sebagai kata kerja dalam
ekspresi menilai, memberi nilai atau dinilai.
Dari definisi aksiologi di atas, terlihat
dengan jelas bahwa permasalahan utama adalah mengenai nilai. Nilai yang
dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai
pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat
mengacu pada masalah etika dan estetika.
Saat ini, terdapat dua bidang yang paling populer tentang
penilaian, yaitu yang bersangkutan dengan tingkah laku dan keadaan atau
tampilan fisik. Oleh karena itu, kita mengenal Aksiologi dalam dua jenis, yaitu
etika dan aestetika.
a.
Etika
berkaitan dengan istilah dalam bahasa yunani,ethos, berarti kebiasaan,
habit, custom. Etika adalah bagian filsafat yang mempersoalkan penilaian
atas perbuatan manusia dari sudut baik dan jahat. Perlu di perhatikan bahwa
perbuatan manusia itu mendapat penilain baik dan jahat.
b.
Estetika merupakan
bagian filsafat yang mempersoalkan penilaiain dari sudut indah dan jelek.
Secara umum dapat disebut sebagai telaah filsafati mengenai apa yang membuat
rasa senang secara visual, auditif, atau imajinatif; kadang-kadang disebut juga
telaah mengenai keindahan, atau teori tentang cita rasa, dan kritik dalam
kesenian kreatif dan pementasan.
3.2 Aksiologi: Nilai Kegunaan Ilmu
Teori tentang nilai dalam filsafat mengacu
pada permasalahan etika dan estetika dimana makna etika memiliki dua arti yaitu
merupakan suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan
manusia dan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan perbuatan, tingkah
laku, atau yang lainnya.
Nilai itu bersifat objektif, tapi
kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan objektif jika nilai-nilai tidak
tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Tolak ukur suatu gagasan
berada pada objeknya, bukan pada subjek yang melakukan penilaian. Kebenaran
tidak tergantung pada kebenaran pada pendapat individu melainkan pada
objektivitas fakta. Sebaliknya, nilai menjadi subjektif, apabila subjek
berperan dalam memberi penilaian; kesadaran manusia menjadi tolak ukur
penilaian. Dengan demikian nilai subjektif selalu memperhatikan berbagai
pandangan yang dimiliki akal budi manusia, seperti perasaan yang akan mengasah
kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang.
Kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa
peradaban manusia sangat berhutang kepada ilmu dan teknologi, sains dan
teknologi dikembangkan untuk memudahkan hidup manusia agar lebih mudah dan
nyaman. Peradaban manusia berkembang sejalan dengan perkembangan sains dan
teknologi karena itu kita tidak bisa dipungkiri peradaban manusia berhutang
budi pada sains dan teknologi. Berkat sain dan teknologi pemenuhan kebutuhan
manusia bisa dilakukan dengan lebih cepat dan mudah. Perkembangan ini baik
dibidang kesehatan, pengangkutan, pemukiman, pendidikan dan komunikasi telah
mempermudah kehidupan manusia.
Sejak dalam tahap- tahap pertama ilmu sudah
dikaitkan dengan tujuan perang, disamping lain ilmu sering dikaitkan dengan
faktor kemanusiaan, dimana bukan lagi teknologi yang berkembang seiring dengan
perkembangan dan kebutuhan manusia, namun sebaliknya manusialah yang akhirnya
yang harus menyesuaikan diri dengan teknologi. Menghadapi kenyataan ini ilmu
yang pada hakikatnya mempelajari alam sebagai mana adanya mulai mempertanyakan
hal yang bersifat seharusnya, untuk apa sebenarnya ilmu itu harus digunakan?
Dimana batasnya? Kearah mana ilmu akan berkembang?
Kemudian bagaimana dengan nilai dalam ilmu
pengetahuan. Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan telah menciptakan
berbagai bentuk kemudahan bagi manusia. Namun apakah hal itu selalu demikian?
Bahwa ilmu pengetahuan dan teknologinya merupakan berkah dan penyelamat baagi
manusia, terbebas dari kutuk yang membawa malapetaka dan kesengsaraan? Memang
mempelajari teknologi seperti bom atom, manusia bisa memanfaatkan wujudnya
sebagai sumber energi bagi keselamatan umat manusia, tetapi dipihak lain hal
ini bisa juga berakibat sebaliknya, yakni membawa mausia pada penciptaan bom
atom yang menimbulkan malapetaka. Menghadapi hal yang demikian, ilmu pengetahuan
yang pada esensinya mempelajari alam sebagaimana adanya, mulai dipertanyakan
untuk apa sebenarnya ilmu itu harus dipergunakan?
Dihadapkan dengan masalah moral dalam
menghadapi ekses ilmu dan teknologi yang bersifat merusak ini para ilmuan
terbagi kedalam golongan pendapat yaitu golongan pertama yang menginginkan
bahwa ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai baik itu secara ontologis
maupun aksiologi. Sebaliknya golongan kedua bahwa netralisasi terhadap nilai-
nilai hanyalah terbatas pada metavisis keilmuan sedangkan dalam penggunaanya
ilmu berlandaskan pada moral.golongan kedua mendasarkan pendapatnya pada
beberapa hal yakni:
a. Ilmu secara factual telah dipergunakan secara
destruktif oleh manusia yang telah dibuktikan dengan adanya dua perang dunia
yang mempergunakan teknologi- teknologi keilmuan.
b. Ilmu telah berkembang pesat dan makin
eksetoris sehingga ilmuan telah mengetahui apa yang mungkin terjadi apabila
adanya penyalahgunaan.
c. Ilmu dapat mengubah manusia dan kemanusiaan
yang paling hakiki seperti pada kasus revolusi genetika dan tehnik perubahan
sosial.
Berkenaan dengan nilai guna ilmu, tak dapat
dibantah lagi bahwa ilmu itu sangat bermanfaat bagi seluruh umat manusia,
dengan ilmu sesorang dapat mengubah wajah dunia. Berkaitan dengan hal ini,
menurut Francis Bacon seperti yang dikutip oleh Jujun S. Suriasumatri yaitu
bahwa “pengetahuan adalah kekuasaan” apakah kekuasaan itu merupakan berkat atau
justru malapetaka bagi umat manusia. Memang kalaupun terjadi malapetaka yang
disebabkan oleh ilmu, bahwa kita tidak bisa mengatakan bahwa itu merupakan
kesalahan ilmu, karena ilmu itu sendiri merupakan alat bagi manusia untuk
mencapai kebahagiaan hidupnya, lagi pula ilmu memiliki sifat netral, ilmu tidak
mengenal baik ataupun buruk melainkan tergantung pada pemilik dalam
menggunakannya.
3.3 Etika Pengetahuan Ilmu
Ilmu yang mempelajari alam sebagaimana adanya dan terbatas pada
lingkup pengalaman kita. Pengetahuan dikumpulkan oleh ilmu dengan tujuan untuk
menjawab permasalahan kehidupan yang sehari-hari dihadapi manusia dan untuk
digunakan dalam menawarkan berbagai kemudahan kepadanya. Pengetahuan ilmiah
atau ilmu dapat diibaratkan sebagai alat manusia dalam memecahkan berbagai
persoalan yang dihadapinya. Pemecahan tersebut pada dasarnya adalah dengan
meramalkan dan mengontrol gejala alam. Oleh sebab itu sering dikatakan bahwa
dengan ilmu manusia mencoba memanipulasi dan menguasai alam.
Seorang ilmuwan secara moral tidak akan membiarkan hasil penemuannya
dipergunakan untuk menindas bangsa lain meskipun yang menindas itu bangsanya
sendiri. Sejarah telah mencatat bahwa para ilmuwan bangkit dan bersikap
terhadap politik pemerintahannya yang menurut anggapan mereka melanggar
asas-asas kemanusiaan. Ternyata bahwa dalam soal-soal yang menyangkut kemanusiaan
para ilmuwan tidak pernah bersifat netral. Mereka tegak dan bersuara sekiranya
kemanusiaan memerlukan mereka. Suara mereka bersifat universal mengatasi
golongan, ras, sistem kekuasaan, agama, dan rintangan-rintangan lainnya yang
bersifat sosial. Oleh karena itu diharapkan para ilmuwan itu bisa bersikap
netral terhadap apapun dan kepada siapapun.
Kenetralan dalam proses penemuan kebenaran inilah yang mengharuskan
ilmuwan untuk bersikap dalam menghadapi bagaimana penemuan itu digunakan.
Pengetahuan bisa merupakan berkah dan mungkin juga merupakan kutukan tergantung
bagaimana manusia memanfaatkan pengetahuan tersebut. Bila ilmu pengetahuan
dipergunakan tidak sebagaimana mestinya, tidak membawa berkah kepada
kemanusiaan sebagaimana yang diharapkan dan bahkan merupakan kutukan, maka
dalam hal ini ilmuwan wajib bersikap dan tampil ke depan.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
1. Aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan
bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai – nilai khususnya etika. Ilmu menghasilkan
teknologi yang akan diterapkan pada masyarakat. Teknologi dalam penerapannya
dapat menjadi berkah dan penyelamat bagi manusia, tetapi juga bisa menjadi
bencana bagi manusia. Disinilah pemanfaatan pengetahuan dan teknologi harus
diperhatikan sebaik – baiknya. Dalam filsafat penerapan teknologi meninjaunya
dari segi aksiologi keilmuan.Seorang ilmuwan mempunyai tanggungjawab agar
produk keilmuwan sampai dan dapat dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat.
2. Teori tentang nilai dalam filsafat mengacu pada
permasalahan etika dan estetika dimana makna etika memiliki dua arti yaitu
merupakan suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan
manusia dan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan perbuatan, tingkah
laku, atau yang lainnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Admojo,Wihadi, et.al. 1998. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Amsal, Bakhtiar. 2009. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali pers.
Surajiyo. 2007. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di
Indonesia.Jakarta: Bumi Aksara.
Suriasumantri, Jujun S.1990. Filsafat ilmu: Sebuah Pengantar
Populer.Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Pustaka Sinar Harapan.
Soetriono, & Hanafie,Rita.2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi
Penelitian. Yogyakarta: Andi.
Asy-Syarafa, Ismail, Dr. 2002. Terjemahan Dar Usmah,
Amman. Ensikolopedia Filsafat. Jakarta: Khalifa.
Baggini, Julian. 2004. Philosophy: Key Themes.
Diterjemahkan oleh Nur Zain Hae menjadi Lima Tema Utama filsafat. Jakarta:
Penerbit Taraju.
Tafsir, Ahmad. Filsafat Ilmu, akal dan
hati sejak Thales sampai Capra, Bandung: Rosdakarya, 2005.
Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu, akal dan
hati sejak Thales sampai Capra
(Bandung: Rosdakarya, 2005), 23.
Jujun S.
Suriasumantri, Filsafat Ilmu, sebuah pengantar Populer (Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 1996), 234.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar