BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Suatu kenyataan hidup bahwa manusia itu tidak sendiri. Manusia hidup
berdampingan, bahkan berkelompok-kelompok dan sering mengadakan hubungan antar sesamanya.
Hubungan itu terjadi berkenaan dengan kebutuhan hidupnya yang tidak mungkin
selalu dapat dipenuhi sendiri. Kebutuhan hidup manusia bermacam-macam.
Pemenuhan kebutuhan hidup tergantung dari hasil yang diperoleh melalui daya
upaya yang dilakukan. Setiap waktu manusia ingin memenuhi kebutuhannya dengan
baik. Kalau dalam saat yang bersamaan dua manusia ingin memenuhi kebutuhan yang
sama dengan hanya satu objek kebutuhan, sedangkan keduanya tidak mau mengalah,
bentrokan dapat terjadi. Suatu bentrokan akan terjadi juga dalam suatau
hubungan, antara manusia satu dan manusia lain ada yang tidak memenuhi
kewajiban.
Hal-hal semacam itu sebenarnya merupakan akibat dari tingkah laku manusia
yang ingin bebas. Suatu kebebasan dalam bertingkah laku tidak selamanya akan
menghasilkan sesuatu yang baik, apalagi kalau kebebasan tingkah laku seseorang
tidak dapat diterima oleh kelompok sosialnya. Oleh karena itu, untuk
menciptakan ketentraman dalam suatu kelompok sosial, baik dalam situasi
kebersamaan maupun dalam situasi sosial diperlukan ketentuan-ketentuan.
Ketentuan itu untuk membatasi kebebasan tingkah laku itu. Ketentuan-ketentuan
yang diperlukan adalah ketentuan yang timbul dari dalam pergaulan hidup atas
dasar kesadaran dan biasanya dinamakan hukum.
Hukum adalah sebuah perkara yang selalu diucapkan oleh setiap golongan
yang memiliki latar belakang yang berlainan; seperti ulama misalnya berkata
“hukum solat adalah wajib”, atau seorang guru yang berkata pada muridnya
“barangsiapa yang datang lambat akan dihukum berdiri selama satu jam”. Tidak
luput dari ucapan seorang filosof yang berkata “hukum alam sudah menentukan hal
tersebut”. Akan tetapi, dari sekian orang yang mendengar kata-kata tersebut,
sangat jarang yang mengerti apakah hukum itu sebenarnya, serta berbagai sosok
yang berhubungan dengannya.
Agar dapat memahami apakah hukum itu, setiap perkara yang berkaitan
dengan hukum itu haruslah diteliti, seperti unsur, ciri-ciri, sifat, fungsi,
dan yang paling penting adalah tujuan dari wujudnya hukum tersebut. Dengan
mengetahui perkara-perkara ini, hukum dapat dimaknai dengan makna yang
sebenarnya sehingga tidak akan menyisakan keraguan akan keberadaannya dari segi
kenapa manusia perlu hukum.
1.2 Rumusan dan Pembatasan Masalah
1.2.1 Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan hukum ?
2. Apakah
unsur,ciri-ciri,sifat hukum ?
3. Apa saja penggolongan hukum ?
4. Apa saja teori hukum ?
1.2.2 Pembatasan Masalah
Dalam pembuatan karya tulis ini, penulis membatasi
penulisan pada :
1.
Pengertian hukum
2.
Unsur,ciri-ciri,sifat hukum
3.
Penggolongan Hukum
4. Teori Hukum
1.3 Tujuan
Penulisan
Tujuan penulis yaitu :
1. Agar lebih
memahami hukum
2. Agar menambah
wawasan dan memperbanyak ilmu tentang hukum
3. Memenuhi tugas
diskusi kelompok mata kuliah kewarganegaraan
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian hukum
Kata hukum secara etimologis biasa diterjemahkan dengan kata ‘law’
(Inggris), ‘recht’ (Belanda), ‘loi atau droit’ (Francis), ‘ius’ (Latin),
‘derecto’ (Spanyol), ‘dirrito’ (Italia). Dalam bahasa Indonesia, kata hukum
diambil dari bahasa Arab yaitu “حكم – يحكم – حكما”, yang berarti “قضى و فصل
بالأمر” (memutuskan sebuah perkara).
Pada umumnya, pengertian hukum dapat diartikan sangat beragam sebagai berikut:
1. Hukum diartikan sebagai produk keputusan penguasa ; perangkat peraturan yang ditetapkan penguasa seperti UUD dan lain-lain.
Pada umumnya, pengertian hukum dapat diartikan sangat beragam sebagai berikut:
1. Hukum diartikan sebagai produk keputusan penguasa ; perangkat peraturan yang ditetapkan penguasa seperti UUD dan lain-lain.
2. Hukum
diartikan sebagai produk keputusan hakim ; putusan-putusan yang dikeluarkan
hakim dalam menghukum sebuah perkara yang dikenal dengan jurisprudence
(yurisprodensi)
.
3. Hukum
diartikan sebagai petugas/pekerja hukum ; hukum diartikan sebagai sosok seorang
petugas hukum seperti polisi yang sedang bertugas. Pandagan ini sering dijumpai
di dalam masyarakat tradisional.
4. Hukum
diartikan sebagai wujud sikap tindak/perilaku; sebuah perilaku yang tetap
sehingga dianggap sebagai hukum. Seperti perkataan: “setiap orang yang kos,
hukumnya harus membayar uang kos”. Sering terdengar dalam pembicaraan
masyarakat dan bagi mereka itu adalah aturannya/hukumnya.
5. Hukum
diartikan sebagai sistem norma/kaidah; kaidah/norma adalah aturan yang hidup
ditengah masyarakat. Kaidah/norma ini dapat berupa norma kesopanan, kesusilaan,
agama dan hukum (yang tertulis) uang berlakunya mengikat kepada seluruh
anggota.
Sebagai pegangan berikut disajikan sejumlah
definisi hukum yang dikemukakan oleh para sarjana hukum antara lain :
a.
S.M. Amin, SH.
Hukum adalah kumpulan peraturan yang terdiri atas
norma dan sanksi yang bertujuan mengadakan ketertiban dalam pergaulan manusia,
sehingga keamanan dan ketertiban terpelihara.
b. MH. Tirtaamijaya, SH.
Hukum adalah sesuatu aturan (norma) yang harus
ditaati dalam pergaulan hidup dengan ancaman mengganti kerugian jika melanggar aturan itu akan
membahayakan diri sendiri atau harta, umpamanya orang akan kehilangan kemerdekaannya,
didenda dan sebagainya.
c.
Logeman
Hukum adalah suatu himpunan kaidah-kaidah yang
himpunan yang terdiri atas bermacaam-macam petunjuk hidup yang memaksa orang
berkelakuan menurut tata
tertib yang ada di dalam masyarakat.
d. E. Utrech
Hukum merupakan himpunan petunjuk hidup
(perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu
masyarakat dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan karena pelanggaran. Petunjuk hidup
tersebut dapat menimbulkan tindakan dari pemerintah.
e.
J.C.T. Simorangkir, SH
Hukum adalah peraturan – peraturan yang beraifat
memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang
dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran terhadap
peraturan-peraturan tadi akan mengakibatkan diambilnya tindakan yaitu dengan
hukuman terntentu.
f.
Mochtar Kusumaatmadja
Hukum adalah keseluruhan kaidah-kaidah serta
asas-asas yang mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat yang bertujuan
memelihara ketertiban serta meliputi lembaga-lembaga dan proses guna mewujudkan
berlakunya kaidah-kaidah itu sebagai kenyataan dalam masyarakat.
Hukum adalah peraturan atau tata tertib yang
mempunyai sifat memaksa, mengikat dan mengatur hubungan manusia dan manusia
yang lainnya dalam masyarakat dengan tujuan menjamin keadilan
dalam pergaulan hidup dalam masyarakat. Hukum yang berlaku di Indonesia disebut
hukum nasional.
2.2 Unsur,
Ciri-Ciri dan Sifat Hukum
Setelah melihat definisi-definisi hukum tersebut, dapat
diambil kesimpulan, bahwa hukum itu meliputi beberapa unsur, yaitu:
a. Peraturan mengenai tingkah laku manusia
dalam pergaulan masyarakat
b. Peraturan yang dibuat oleh badan-badan resmi
c. Peraturan
yang bersifat memaksa
d. Adanya sanksi yang tegas atas pelanggaran
peraturan tersebut.
Selanjutnya
agar hukum itu dapat dikenal dengan baik, haruslah mengetahui ciri-ciri hukum.
Menurut C.S.T. Kansil, S.H , ciri-ciri hukum adalah sebagai berikut:
a. Terdapat perintah atau larangan.
a. Terdapat perintah atau larangan.
b. Perintah atau larangan itu
harus dipatuhi setiap orang.
Setiap orang
berkewajiban untuk bertindak sedemikian rupa dalam masyarakat, sehingga
tata-tertib dalam masyarakat itu tetap terpelihara dengan sebaik-baiknya. Oleh
karena itu, hukum meliputi pelbagai peraturan yang menentukan dan mengatur
perhubungan orang yang satu dengan yang lainnya, yakni peraturan-peraturan
hidup bermasyarakat yang dinamakan dengan Kaedah Hukum.
Barangsiapa yang dengan sengaja melanggar
suatu ‘Kaedah Hukum’ akan dikenakan sanksi (sebagai akibat pelanggaran ‘Kaedah
Hukum’) yang berupa hukuman.
Sedangkan sifat bagi
hukum adalah sifat mengatur dan memaksa. Ia merupakan peraturan-peraturan hidup
kemasyarakatan yang dapat memaksa orang supaya mentaati tata-tertib dalam
masyarakat serta memberikan sanksi yang tegas (berupa hukuman) terhadap siapa
saja yang tidak mematuhinya. Ini harus diadakan bagi sebuah hukum agar
kaedah-kaedah hukum itu dapat ditaati, karena tidak semua orang hendak mentaati
kaedah-kaedah hukum itu
2.3 Penggolongan
hukum
Hukum dapat dikelompokkan
berdasarkan isi, bentuk, waktu dan cara mempertahankannya.
a.
Berdasarkan isi masalah atau
kepentingan yang dilindungi
Ø Hukum publik yaitu hukum yang mengatur
hubungan antara negara dan warga negara yang menyangkut kepentingan hukum.
Ø Hukum privat yaitu hukum yang mengatur
hubungan antara orang yang satu dan yang
lain, yang menyangkut kepentingan perseorangan.
b.
Berdasarkan wujud/bentuknya
Ø
Hukum
tertulis yaitu hukum yang dicantumkan di dalam berbagai peraturan negara.
Hukum tertulis terdiri atas :
v Hukum tertulis yang dikodifikasi
(dibukukan), seperti Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH
Perdata). Kodifikasi adalah Pembukuan jenis-jenis hukum dalam kitab
Undang-undang secara sistematis dan lengkap. Adapun tujuan dari kodifikasi
hukum adalah kepastian hukum, penyederhanaan hukum dan kesatuan hukum.
v Hukum tertulis yang tidak dikodifikasikan
(tidak dibukukan), seperti peraturan hak merek dagang dan peraturan tentang
kepailitan.
Ø
Hukum
tidak tertulis yaitu hukum yang masih berlaku dan diyakini oleh
masyarakat serta ditaati sebagaimana suatu peraturan perundang-undangan
meskipun hukum ini tidak tertulis atau tidak dicantumkan dalam berbagai
peraturan perundang-undangan.
Seperti : hukum adat atau hukum kebiasaan.
c. Berdasarkan ruang dan wilayah berlakunya
Ø Hukum nasional yaitu hukum yang berlaku
dalam suatu negara tertentu dan sekaligus merupakan produk dari negar tersebut.
Ø Hukum Internasional yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum
di dunia internasional.
Ø Hukum asing yaitu hukum yang berlaku di negara lain.
d. Berdasarkan waktu berlakunya
Ø Ius constitutum yaitu hukum yang berlaku
pada saat ini dalam suatu negara tertentu. Dengan kata lain, hukum yang berlaku
pada suatu waktu dalam suatu negar tertentu (hukum positif).
Ø
Ius
Constituendum yaitu hukum yang diahrapkan berlaku pada waktu yang akan datang
(yang dicita-citakan).
Ø
Hukum
asasi yaitu hukum yang berlaku dimana-mana, dalam segala waktu dan untuk semua
bangsa di dunia. Hukum tersebut tidak menegnal batas waktu, tetapi berlaku
untuk selama-lamanya (abadi) terhadap siapa pun juga di seluruh tempat.
e. Berdasarkan ruang dan wilayah berlakunya
Ø Hukum material yaitu hukum yang memuat
peraturan-peraturan yang berisi perintah-perintah dan larangan-larangan. Hukum
material terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), KUHP,
dan KUHD.
Ø
Hukum formal yaitu keseluruhan peraturan yang
berisi tata cara untuk menyelesaikan suatu perbuatan yang melanggar hukum
material. Dengan kata lain, peraturan yang berisi tentang bagaimana hukum
material itu dapat dilaksanakan/dipertahankan. Contohnya: Hukum Acara Perdata
dan Hukum Acara Pidana. Dalam hal ini hukum formal disebut hukum acara.
f. Berdasarkan sumbernya
Ø
Hukum
Undang-undang, yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan perundangan.
Ø
Hukum
kebiasaan (adat) yaitu hukum yang terletak di dalam peraturan-peraturan
kebiasaan (adat).
Ø
Hukum
traktat, yaitu hukum yang terletak di dalam perjanjian antar negara.
Ø
Hukum
Jurisprudensi yaitu hukum yang terbentuk akrena keputusan hakim.
g. Berdasarkan sifatnya
Ø Hukum yang memaksa yaitu hukum yang dalam
keadaan bagaimana juga harus dan mempunyai paksaan mutlak.
Ø Hukum yang mengatur (hukum pelengkap)
yaitu hukum yang dapat dikesampingkan apabila pihak-pihak yang
bersangkutan telah membuat sendiri dalam satu perjanjian.
h. Berdasarkan cara mempertahankannya
Ø
Hukum material : hukum yang berisi perintah dan
larangan ( terdapat di dalam undang-undang hukum pidana, perdata, dagang dan
sebagainya).
Ø
Hukum formal
: hukum yang berisi tentang tata
cara nelaksanakan dan mempertahankan hukum material (terdapat di dalam Hukum
Acara Pidana, Hukum Acara Perdata, dan sebagainya).
2.4 Teori Ilmu
Hukum
a.
Teori hukum alam
Menurut Aristoteles hukum Alam itu
adalah “Hukum yang oleh orang-orang berfikiran sehat dirasakan sebagai selaras
dengan kodrat alam” sedangkan menurut Thomas Van Aquino bahwa manusia dikarunia
Tuhan dengan kemampuan berpikir dan kecakapan untuk dapat membedakan baik dan
buruk dan mengenal berbagai peraturan perundangan yang langsung berasal dari
“Undang-Undang Abadi (Lex eterna) atau dinamakan “Hukum Alam” dan menurut Hugo
de Groot ialah pertimbangan pikiran yang menunjukkan mana yang benar dan mana
yang tidak benar.
b . Teori ketuhanan
Bahwa perintah yang datang dari
Tuhan yang ditulis dalam kitab suci dari bermacam-macam Agama tujuan mengenai
hukum dikaitkan dengan agama dan teori ini mendasarkan perlakunya hukum atas
kehendak Tuhan. Pada dasarnya agama memiliki pengaruh yang sangat besar dalam
pembentukan hukum oleh sebab itu setiap pemeluk agama wajib taat dan tunduk
pada hukum, prinsip yang paling mendasar adalah bahwa kaidah agama-agama
tersebut datangnya dari Tuhan.
c . Teori Sejarah
Reaksi terhadap para pemuja hukum
alam di Eropa timbul suatu aliran baru yang dipelopori oleh Von Savigny, yang
menyatakan bahwa hukum itu harus dipandang suatu penjelmaan dari jiwa atau
rohani suatu bangsa, selalu ada hubungan yang erat antara hukum dan
kepribadian. Hukum bukannlah disusun dan diciptakan oelh orang, tetapi hukum
itu tumbuh ditengah masyarakat dari penjelmaan dan kehendak rakyat yang pada
suatu saat juka akan mati apabila sutau bangsa kehilangan kepribadiannya. Jelas
bahwa hukum itu tidak terlepas dari sejarah suatu bangsa dan waktu yang serba
relatif sebab hukum selalu berubah sesuai dengan keadaan.
d . Teori Kedaulatan Rakyat
Pada zaman Reinassance, timbul teori
yang mengajarkan bahwa dasar hukum itu adalah atau ratio manusia atau biasa
disebut aliran Rationalisme. Menurut aliran ini, raja dan penguasa negara
memperoleh kekuasaan bukan dari Tuhan tetapi dari rakyat.
Pada ajaran Rationalisme ini berpandangan bahwa kekuasaan raja berasal dari suatu perjanjian antara raja dengan rakyat, yang menaklukkan dirinya pada raja kemudian dengan surat yang disebutkan dalam perjanjian itu. Kemudian pada abad ke-18 Jean Jaeque Rousseau memperkenalkan teorinya bahwa dasar terjadinya suatu negara ialah dengan perjanjian denga masyarakat atau contract social yang diadakan oleh antara masyarakat untuk mendirikan suatu negara. Teori Rousseau yang menjadi paham kedaulatan rakyat mengajarkan bahwa negar bersandar atas kemauan rakyat, dan semua peraturan adalah penjelmaan dari rakyat.
Pada ajaran Rationalisme ini berpandangan bahwa kekuasaan raja berasal dari suatu perjanjian antara raja dengan rakyat, yang menaklukkan dirinya pada raja kemudian dengan surat yang disebutkan dalam perjanjian itu. Kemudian pada abad ke-18 Jean Jaeque Rousseau memperkenalkan teorinya bahwa dasar terjadinya suatu negara ialah dengan perjanjian denga masyarakat atau contract social yang diadakan oleh antara masyarakat untuk mendirikan suatu negara. Teori Rousseau yang menjadi paham kedaulatan rakyat mengajarkan bahwa negar bersandar atas kemauan rakyat, dan semua peraturan adalah penjelmaan dari rakyat.
e . Teori Kedaulatan Negara
Teori
kedaulatan negara atau teori perjanjian masyarakat dan Naderatorim yang
menyatakan, kekuasan hukun tidak dapat didasarkan atas kemauan masyarakat.
Hukum ditaati karena masyarakat menaatinya. Hukum adalah kehendak negara dan
negara mempunyai kekuasaan atau power yang tidak terbatas.
Teori ini dinamakan Kedaulatan
Rakyat yang timbul pada abad memuncaknya pengetahuan alam dan di pelopori oleh
Hans Kalsen, yang menyatakan bahwa hukum itu tidak lain dari pada kemauan
negara , namun demikian Hans Kalsen menyadari bahwa orang mentaati hukum karena
ia merasa wajib untuk menaatinya sebagai perintah negara.
f . Teori Kedaulatan Hukum
Teori ini dipelopori oelh Prof Mr.
Krabbe, yang menyatakan bahwa sumber hukum ialah rasa keadilan. Hukum hanyalah
apa yang memenuhi rasa keadilan orang banyak, yang tunduk pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Hukum itu ada karana anggota masyarakat
mempunyai perasaan hukum, hanya kaidah yang timbul dari persaaan tersebut yang
dapat mempunyai suatu kewibawaan atau kekuasaan. Inilah yang dinamakan Teori
Kedaulatan Hukum.
g . Teori Keseimbangan
Teori keseimbangan ini dipelopori
oleh Prof R. Kranenburg yang berusaha mencari dalil yang menjadi dasar
berfungsi keadaan darurat yang dapat menimbulkan suatu keseimbangan didalam
masyarakat.
Kranenburg membela ajara Karabbe
yang berpendapat bahwa kesadaran hukum orang itu adalah sumber hukum da hukum
itu berfungsi menurut suatu dalil yang nyata sebagaimana dirumuskan Kranenburg,
tiap orang menerima keuntungan atau mendapat kerugian sebanyak dasar–dasar yang
telah ditetapkan atau diletakkan terlebih dahulu.
Pembagian keuntungan dan kerugian ini yang dalam hal ditetapkan terlebih dahulu dasar-dasarnya ialah tiap anggota masyarakat hukum sederajat dan sama.
Pembagian keuntungan dan kerugian ini yang dalam hal ditetapkan terlebih dahulu dasar-dasarnya ialah tiap anggota masyarakat hukum sederajat dan sama.
2.5 Fungsi
dan Tujuan Hukum
Keterangan
yang telah dikemukakan memiliki sebuah kesimpulan yaitu hukum selalu melekat
pada manusia bermasyarakat. Dengan berbagai peran hukum, maka hukum memiliki
fungsi: “menertibkan dan mengatur pergaulan dalam masyarakat serta
menyelesaikan masalah-masalah yang timbul”.
Lebih
rincinya fungsi hukum dalam perkembangan masyarakat dapat terdiri dari:
1. Sebagai alat pengatur tata tertib hubungan masyarakat: dalam arti, hukum berfungsi menunjukkan manusia mana yang baik, dan mana yang buruk, sehingga segala sesuatu dapat berjalan tertib dan teratur.
2. Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin: dikarenakan hukum memiliki sifata dan ciri-ciri yang telah disebutkan, maka hukum dapat memberi keadilan, dalam arti dapat menentukan siapa yang salah, dan siapa yang benar, dapat memaksa agar peraturan dapat ditaati dengan ancaman sanksi bagi pelanggarnya.
3. Sebagai sarana penggerak pembangunan: daya mengikat dan memaksa dari hukum dapat digunakan atau didayagunakan untuk menggerakkan pembangunan. Di sini hukum dijadikan alat untuk membawa masyarakat ke arah yang lebih maju.
4. Sebagai penentuan alokasi wewenang secara terperinci siapa yang boleh melakukan pelaksanaan (penegak) hukum, siapa yang harus menaatinya, siapa yang memilih sanksi yang tepat dan adil: seperti konsep hukum konstitusi negara.
5. Sebagai alat penyelesaian sengketa: seperti contoh persengekataan harta waris dapat segera selesai dengan ketetapan hukum waris yang sudah diatur dalam hukum perdata.
6. Memelihara kemampuan masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan kondisi kehidupan yang berubah, yaitu dengan cara merumuskan kembali hubungan-hubungan esensial antara anggota-anggota masyarakat.
Dari
sekian pengertian, unsur, ciri-ciri, sifat, dan fungsi hukum, maka tujuan dari
perwujudan hukum itu haruslah ada. Sesuai dengan banyaknya pendapat tentang
pengertian hukum, maka tujuan hukum juga terjadi perbedaan pendapat antara satu
ahli dengan ahli yang lain.
Berikut
ini beberapa pendapat ahli hukum tentang tujuan hukum:
1. Prof. Lj. Van Apeldorn: Tujuan hukum adalah mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai dan adil. Demi mencapai kedamaian hukum harus diciptakan masyarakat yang adil dengan mengadakan perimbangan antara kepentingan yang bertentangan satu sama lain, dan setiap orang harus memperoleh (sedapat mungkin) apa yang menjadi haknya. Pendapat Apeldorn ini dapat dikatakan jalan tengah antara dua teori tujuan hukum, teori etis dan utilitis.
2. Aristoteles: Tujuan hukum menghendaki keadilan semata-mata dan isi dari hukum ditentukan oleh kesadaran etis mengenai apa yang dikatakan adil dan apa yang tidak adil.
3. Prof. Soebekti: Tujuan hukum adalah melayani kehendak negara yakni mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyat. Dalam melayani tujuan negara, hukum akan memberikan keadilan dan ketertiban bagi masyarakatnya.
4. Geny (Teori Ethic): Menurut Geny dengan teori etisnya, bahwa tujuan hukum adalah untuk keadilan semata-mata. Tujuan hukum ditentukan oleh unsur keyakinan seseorang yang dinilai etis. Adil atau tidak, benar atau tidak, berada pada sisi batin seseorang, menjadi tumpuan dari teori ini. Kesadaran etis yang berada pada tiap-tiap batin orang menjadi ukuran untuk menentukan warna keadilan dan kebenaran.
5. Jeremy Bentham (Teori Utility): Menurut Bentham dengan teori utilitasnya, bahwa hukum bertujuan semata-mata apa yang berfaedah bagi orang. Pendapat ini dititik beratkan pada hal-hal yang berfaedah bagi orang banyak dan bersifat umum tanpa memperhatikan soal keadilan. Maka teori ini menetapkan bahwa tujuan hukum ialah untuk memberikan faedah sebanyak-sebanyaknya.
6. J.H.P. Bellefroid: Bellefroid menggabungkan dua pandangan ekstrem tersebut. Menurut Bellefroid, isi hukum harus ditentukan menurut dua asas yaitu asas keadilan dan faedah.
7. Prof. J Van Kan: Tujuan hukum adalah menjaga kepentingan tiap-tiap manusia supaya kepentingan-kepentingannya tidak dapat diganggu. Dengan tujuan ini, akan dicegah terjadinya perilaku main hakim sendiri terhadap orang lain, karena tindakan itu dicegah oleh hukum.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Pengertian hukum itu sangat banyak
karena terdapat banyak sisi pandang terhadap hukum, akan tetapi, sebuah
definisi bagi hukum yang dapat menjadi pedoman adalah “Hukum itu adalah
himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang
mengurus tata-tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh
masyarakat itu
2. Unsur-unsur hukum adalah peraturan tingkah laku manusia yang diadakan oleh badan resmi, bersifat memaksa, terdapat sanksi tegas bagi pelanggarnya; dan ciri-cirinya adalah terdapat perintah dan/atau larangan serta harus dipatuhi setiap orang; sedangkan sifatnya adalah mengatur dan memaksa.Fungsi hukum adalah sebagai alat pengatur tata tertib, sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin, sebagai sarana penggerak pembangunan, sebagai penentuan alokasi wewenang, sebagai alat penyelesaian sengketa, berfungsi memelihara kemampuan masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan kondisi kehidupan yang berubah; dengan tujuan mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai dan adil, dapat melayani kehendak negara yaitu mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyat, demi keadilan dan/atau berfaedah bagi rakyat yang mana dapat menjaga kepentingan rakyat.
3.2 Saran
Sebelumnya penulis minta maaf kepada khalayak yang bersangkutan tentang
hukum. Penulis sangat yakin jikalau hukum ini maju maka apa yang dibutuhkan
negara kita dalam penerapannya dan penegakan.
Selain itu dengan apa yang dibahas, digali dan
dipelajari apa yang didapat dari hukum ini, penulis sangat berharap jikalau
penulis berhasil dalam pendidikannya maka akan dengan berat hati, maka hukum
diindonesia akan lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
1. L. J. Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta: Pradnya Paramita, 2004).
2.Wasis SP.,
Pengantar Ilmu Hukum (Malang: UMM Pres, 2002) 11.
3. C.S.T.
Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia (Jakarta: Balai
Pustaka,
1989), 36.
4. R. Soeroso,
Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), 53; SP., Pengantar
Ilmu
Hukum.
5. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum,
40; SP., Pengantar Ilmu Hukum, 21; Soeroso,
Pengantar
Ilmu Hukum, 56.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar